|
Kementerian Pekerjaan Umum (Kemen PU) dinilai telah lalai menjaga
kualitas air baku Jakarta yang semakin hari semakin tercemar. Sumber air
baku ke Ibukota Negara berasal dari Jatiluhur melalui Tarum Barat sudah
tidak layak lagi digunakan sebagai air minum.
“Saya kecewa terhadap pemerintah dalam menyediakan sumber air baku ini. Air baku yang sampai di Jakarta sudah dipenuhi limbah industri, limbah rumah tangga dan limbah irigasi berupa amoniak. Dimana peran pemerintah menjaga kulitas sumber air baku ini?” ujar anggota Badan Regulator PAM Jaya Firdaus Ali kepada Beritasatu di Jakarta, Sabtu (16/3). Menurut penelitian, sejak 1996 air baku yang digunakan sebagai air minum di Jakarta 82,6 persen tercemar. Pemerintah dalam hal ini Kementerian PU melalui Dirjen Sumber Daya Air sudah mengetahui kondisi kualitas air baku ini namun tidak ada kemauan untuk memperbaikinya. Jika pada tahun 2010 tingkat amoniak hanya sebatas 2,9 miligram perliter, maka pada satu tahun berikutnya kandungannya meningkat hingga 4,8 miligram perliter. Padahal ambang batas yang ditetapkan yakni hanya 1 miligram per liter. Firdaus mengungkapkan, kekeruhan air di Tarum Barat sudah diatas ambang batas sehingga tak layak lagi digunakan sebagai sumber air baku. Air di Tarum Barat awalnya hanya diperuntukkan bagi irigasi. “Kebetulan ada sisa air Tarum Barat di bagian hilir lalu digunakan sebagai sumber air baku di Jakarta. Berbeda dengan di luar negeri sumber air baku memeng disediakan dari hulu khusus untuk air baku,” jelasnya. Sejak 2006, sudah ada rencana pembangunan pipa khusus air bersih dari Waduk Jatiluhur ke Jakarta. Namun rencana itu tinggal angan-angan karena pemerintah terus berkutat pada kalkulasi biaya. “Saya pesimistis pipa air bersih itu bisa teralisasi hingga beberapa tahun ke depan. Padahal, kalau air bersih langsung dikirim melalui pipa dari Jatiluhur biayanya jauh lebih murah bila harus mengolah air baku di Jakarta,” ucapnya. Post Date : 18 Maret 2013 |