Air Bersih di Gunung Mas Kini Tak Lagi Langka

Sumber:koran-jakarta.com - 24 Januari 2014
Kategori:Air Minum

Di saat Jakarta kewalahan mendapatkan kiriman air bah dari Bogor, Lampung Timur justru mengharapkan hibah air. Penduduk Desa Gunung Mas, Kecamatan Marga Sekampung, Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung selama puluhan tahun selalu menadah hujan.

Mereka membuat semacam kolam berkapasitas tujuh meter kubik khusus menampung air hujan. Air yang tertampung itulah yang kemudian dipakai untuk kebutuhan sehari-hari, terutama untuk mandi dan mencuci pakaian. Untuk keperluan minum, perjuangan mereka lebih berat lagi. Minimal harus berjalan tujuh kilometer ke sumber mata air membawa dirigen dan memanggulnya kembali ke rumah. Tak sampai di situ, mereka juga harus mengantri berjam-jam untuk bisa mendapat giliran menampung air di sana.

"Kalau yang malas ke mata air, biasanya air hujan mereka minum juga," kenang Kepala Desa Gunung Mas, Sutiyarto, kepada Koran Jakarta saat berkunjung ke Lampung Timur, Kamis (23/1).

Masyarakat di sini sempat patah arang untuk bisa mendapatkan air bersih. Daripada membutuhkan dana besar, sekitar 75 juta rupiah untuk menggali sumur, warga Gunung Mas memilih membeli air bersih eceran yang dijual secara berkala menggunakan truk air. Apalagi mereka sudah amat kelelahan dengan aktivitas bertaninya.

Setiarto bercerita harga satu rit (setara dengan 1 meter kubik) seharga 120 ribu rupiah. Dalam sebulan rata-rata satu keluarga membutuhkan tiga rit atau mengeluarkan uang sebanyak 360 ribu rupiah untuk menikmati air. Masyarakat desa sempat senang karena perusahaan daerah air minum membuat instalasi air ke sana. Namun, itu tak berlangsung lama karena banyak masyarakat yang mencuri air dengan melubangi pipa. Akhirnya, beban membengkak dan masyarakat yang tak bisa membayar. "PDAM kemudian memutuskan sepihak instalasi airnya," kata dia.

Awal 2000 masyarakat Gunung Mas mulai bisa menikmati air tanpa perlu mengeluarkan tenaga dan biaya besar. Pemerintah membuatkan dua buah sumur bor di delapan dusun. Tapi, masalah masih tetap muncul. Ribuan KK yang ada di desa itu tetap berebutan mengambil air bersih di sumur bor. Kapasitas sumur yang kecil membuat antrian semakin panjang.

Sumur Bor
Dari kondisi demikian, perusahaan penyedia produk pertanian hibrida, Monsanto Indonesia, kemudian memberikan bantuan melalui Monsanto Fund. Mereka menganggarkan 1,7 miliar rupiah untuk bisa membangun dua sumur bor dengan kedalaman hingga 104 meter.

Bantuan ini sebagai bentuk tanggung jawab perusahaan karena di desa itu banyak petani yang menggunakan benih dari Monsanto. Bantuan serupa sudah dilakukan di Tuban dan Malang serta akan dilanjutkan ke Mojokerto.

"Ini sebagai bentuk kerja sama erat kami dengan masyarakat. Kami ingin dekat dengan konsumen," kata CEO Monsanto Indonesia, Mauricio Amore, saat meresmikan penggunaan sumur bor di sana.

Sudah lima bulan masyarakat di dua dusun di desa ini menikmati sumur bor yang dibangun Mosanto. Kelebihan dari sumur bor ini adalah air bisa dinikmati masyarakat langsung di rumahnya. Tak sekadar membangun, Monsanto juga memberikan edukasi ke masyarakat bagaimana mengelola air, mengedukasi guru pendidikan anak usia dini (PAUD), dan memberikan fasilitas bermain bagi anak-anak PAUD.

Saat ini dua sumur bor yang dibangun selama setahun itu sudah bisa dinikmati sekitar 200 KK di dua dusun. Mereka bisa langsung menikmati air di rumah sendiri dengan biaya hanya 5 ribu rupiah untuk 1 meter kubik air. "Kami sengaja memungut biaya untuk operasional dan perawatan sumur bor ini," kata pengelola sumur bor sekaligus Kepala Dusun Sido Mulyo, Ngadino. Rata-rata setiap rumah menghabiskan 4 meter kubik air perbulan atau mengeluarkan hanya 20 ribu rupiah. Saat ini, air sudah mengalir jauh hingga ke kamar mandi rumah.



Post Date : 24 Januari 2014