|
Pengusaha hotel, restoran dan obyek wisata di kawasan Puncak dituding masih rendah membayar retribusi sampah. Nilai retribusi yang dibayar bukan berdasarkan volume sampah dalam setiap bulannya, tetapi menggunakan tarif tengah. Pengusaha mengaku membantu pemkab membayar retribusi sampah dengan tarif tengah. “Kita mengambil tarif tengah sebab pengunjung paling banyak akhir pekan atau liburan. Sedangkan hari biasa bisa dihitung jari sehingga volume sampah sedikit,” kata Amansyah, pengelola rumah makan Saung Sunda Pinus di Desa Cilimber, Kecamatan Cisarua, Senin (30/12). Agar sama-sama diuntungkan, kata Amansyah, lalu disepakati retribusi sampah dipatok menggunakan tarif tengah. Dia dan pengusaha lainnya balik menuding Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kabupaten Bogor cemburu karena setiap liburan akhir tahun tempat usaha mereka dibanjiri pengunjung. URING-URINGAN Mengutip Perda No.20 Tahun 2008 tentang Retribusi Pelayanan Sampah dan Kebersihan antara lain menyebutkan; tarif sampah tergantung volume dan jenis usaha. Semakin besar volume sampah makin tinggi tarifnya. Contoh, kurang dari 0,51 meter kubik dikenakan tarif Rp20.000 per bulan. Antara 0,51 meter kubik 0,75 meter kubik, dikenakan Rp 30.000 sebulan, lebih dari 0,75 meter kubik dipatok Rp50.000 sebulan. “Dengan mematok tarif tengah, seharusnya DKP sudah memenuhi target pendapatan asli daerah (PAD) untuk wilayah Puncak dan sekitarnya, belum lagi rertribusi dari pedagang Kaki-5,” kata Amansyah. Sebaliknya, Sekrertaris DKP Kabupaten Bogor Budianto mengatakan, dengan diterapkanya tarif tengah itu, pihaknya dirugikan dan kesulitan mengukur volume sampah. “Terlebih pada liburan Natal dan Tahun Baru, sampah di kawasan ini bisa naik sampai 50 persen dibandingkan hari biasanya,” katanya. Menurutnya, retribusi sampah di kawasan wisata Puncak selama ini hanya Rp60juta per bulan. “Padahal hitung-hitungan kami Rp170 juta sebulan dari 140 hotel, restoran dan tempat wisata di kawasan ini, yang bayar retribusi sampah,” katanya.
Post Date : 31 Desember 2013 |