Warga Bergilir Dapatkan Air

Sumber:Kompas - 24 September 2013
Kategori:Air Minum
MALANG, KOMPAS Kemarau membuat warga wilayah pantai selatan di Kabupaten Malang, Jawa Timur, harus bergantian mendapatkan air bersih karena debit air sumber air setempat berkurang hingga 75 persen. Sejumlah petani di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, pun harus bergiliran mendapatkan air irigasi.

Akibat kemarau, warga di Desa Tambakrejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang, harus bergiliran mengambil air di sumber Pasen dan sumber Sendangbiru. Debit air sumber Pasen menyusut dari sekitar 8 liter menjadi 2 liter per detik dan debit air sumber Sendangbiru berkurang dari sekitar 20 liter per detik menjadi sekitar 10 liter per detik.

”Ada sekitar 280 keluarga yang mengandalkan sumber air Pasen. Mereka ada di wilayah RT 002 di Dusun Sendangbiru Utara. Adapun di Sendangbiru Selatan ada 600 keluarga yang mengandalkan pada sumber Sendangbiru,” ujar Sudarsono, Kepala Desa Tambakrejo, Senin (23/9).

Keputusan bergiliran mengambil air tersebut, lanjut Sudarsono, dilakukan agar setiap warga bisa mendapatkan air minum secara merata dan tercukupi.

Dalam dua bulan terakhir, petani di Desa Madyoncondro, Kecamatan Secang, Kabupaten Magelang, mendapatkan air irigasi dengan sistem bergilir, satu kali dalam seminggu. Namun, pasokan air yang diterima petani sering kali tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan tanaman.

Hal tersebut, membuat Yunan (45), petani di Desa Madyoncondro, ragu-ragu kembali memulai aktivitas tanam. Yunan memiliki sawah seluas 2.000 meter persegi. ”Untuk menanam palawija pun, saya ragu apakah air yang tersedia bisa mencukupi kebutuhan tanaman,” ujarnya.

Kering dan mati

Petani yang tetap menanam sayuran, tanaman andalan di wilayah tersebut, terpaksa membiarkan sebagian tanamannya kering dan mati karena kekurangan air. Hal ini juga dialami petani di Desa Banyubiru, Kecamatan Dukun.

Hanum (45), petani di Desa Banyubiru, mengatakan, produksi cabainya turun. ”Biasanya, dalam satu kali petik saya bisa mendapatkan minimal 50 kilogram, sekarang saya hanya mendapatkan maksimal 22 kilogram cabai per sekali petik,” ujarnya.

Puluhan hektar tanaman tomat dan cabai milik petani di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, juga mengering karena kekurangan air. Hal ini seperti terjadi di Desa Demangan, Kecamatan Siman dan Desa Blemben, Kecamatan Jambon.

Sunardi, petani tomat di Desa Demangan, mengatakan, dia sudah berupaya memperdalam sumur pantek hingga 100 meter, tetapi tetap saja tidak mengeluarkan air. ”Untuk mendatangkan air, jelas tidak mungkin karena akan memakan biaya besar. Akibat kekeringan ini, kami sudah merugi hingga Rp 5 juta per hektar. Untuk tanaman cabai, kerugian mencapai Rp 10 juta per hektar karena perawatannya lebih sulit,” katanya.

Akibat kemarau, debit air yang masuk ke Waduk Panglima Besar Jenderal Soedirman Kabupaten Banjarnegara, Jateng, menyusut. Akibatnya, produksi Pembangkit Listrik Tenaga Air Mrica yang bersumber dari air waduk, menyusut hingga 30 persen.

Manajer Humas PT Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkit (UBP) Mrica Sambudi, Senin, mengatakan, debit air yang masuk ke Waduk Panglima Besar Soedirman menyusut dari kondisi normal sekitar 30 meter kubik per detik menjadi 20 meter kubik per detik.

PT Indonesia Power UBP Mrica saat ini hanya bisa mengoperasikan dua dari tiga turbin yang masing-masing berkapasitas 60 megawatt. Produksi listrik pun hanya 120 MW dari total kapasitas terpasang 180 MW.

Sementara itu, untuk membantu daerah-daerah yang kekeringan dan membutuhkan air bersih, Palang Merah Indonesia memasok air bersih menggunakan mobil-mobil tangki air ke sejumlah desa di Jateng.

Ketua Umum PMI Muhammad Jusuf Kalla mengatakan, ”Kita baru ada 15 dari 60 unit (mobil) yang direncanakan untuk sejumlah kabupaten di Jawa Tengah,” katanya seusai melepas beberapa mobil tangki air dari kantor PMI Purwokerto. (WER/GRE/EGI/NIK/HAR)

Post Date : 24 September 2013