|
LANGKAT, KOMPAS — Banjir yang merendam ribuan rumah di Kecamatan Tanjungpura dan Kecamatan Hinai, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, belum surut meskipun sudah berlangsung selama dua minggu. Banjir terjadi karena tanggul Sungai Batang Serangan jebol dan meluap. Menurut warga, air tidak segera surut karena terhalang air pasang. ”Kami masih menunggu air surut supaya bisa memperbaiki tanggul. Sekarang tanggul belum bisa diperbaiki,” kata Kepala Desa Cempa Solekah, Rabu (23/10), di Langkat. Di kanan-kiri Jalan Lintas Sumatera di Kecamatan Hinai dan Tanjungpura terlihat air menggenang. Begitu masuk ke permukiman warga, genangan air semakin tinggi. Saking lamanya merendam permukiman, ladang, dan perkebunan sawit, banjir setinggi 10 sentimeter hingga 130 sentimeter itu telah menimbulkan bau busuk. Warga juga mengeluhkan mulai terkena masuk angin, perut mual, kepala pening dan gatal-gatal. Sejumlah warga bertahan di rumah karena tidak nyaman di tempat penampungan atau di rumah saudara. Nani (46), warga Dusun 2, Desa Cempa, Kecamatan Hinai, misalnya, memilih bertahan di rumah meskipun ketinggian air di rumahnya mencapai 20 sentimeter. Hal sama terjadi di rumah Irah (45), warga Dusun 5. Meskipun air menggenang setinggi 10 sentimeter, keluarga itu bertahan di rumah. Mereka membuat jembatan kayu yang menghubungkan ke daerah yang kering sehingga tidak menginjak air karena lintah banyak masuk ke rumah. Sementara warga yang memiliki rumah panggung lebih nyaman karena air tidak masuk ke dalam rumah. Sejumlah bantuan didistribusikan kepada warga, tetapi masih minim. ”Kami baru menerima bantuan sekali,” ujar Irah. BPBD Langkat melaporkan hingga kemarin tercatat 2.033 keluarga yang rumahnya terendam di Kecamatan Hinai. Sementara di Kecamatan Tanjungpura sebanyak 4.471 keluarga. Sementara itu, sungai-sungai di Kota Palembang terus menyusut, baik dari sisi jumlah maupun lebar. Penyusutan ini terutama disebabkan desakan pembangunan daratan dengan menimbun atau menguruk. Berdasarkan data Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pengelolaan Sumber Daya Air Kota Palembang yang diperoleh pada Rabu, anak sungai di Palembang pada tahun 2013 tersisa 95 sungai dan empat sungai besar, yaitu Musi, Ogan, Komering, dan Keramasan. Jumlah ini menyusut dari yang tercatat di Pemerintah Kota Palembang tahun 2010 sebanyak 108 anak sungai. Dari puluhan anak sungai itu pun diperkirakan hanya sekitar 68 anak sungai yang aktif, yaitu anak sungai yang masih mengalir hingga bermuara ke sungai besar. Pada 1930-an, pemerintah kolonial Belanda mencatat Palembang memiliki 316 anak sungai. Pada 1970-an, jumlahnya tersisa 280 anak sungai. Kepala Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pengelolaan Sumber Daya Air Kota Palembang Dharma Budi mengatakan, penyebab jumlah anak sungai berkurang umumnya karena penimbunan atau pengurukan yang berlangsung secara bertahap. ”Awalnya, pinggiran sungai diuruk sedikit, kemudian sedikit lagi, bisa jadi oleh orang yang berbeda, sehingga lama-kelamaan lebar sungai terus menyempit menjadi aliran kecil dan akhirnya hilang,” katanya. (WSI/IRE) Post Date : 24 Oktober 2013 |