Kabupaten Ende, Manggarai
Timur, Ngada, Sabu Raijua dan Kabupaten Kupang, merupakan sejumlah daerah di
Nusa Tenggara Timur (NTT) yang memiliki akses rendah terhadap fasilitas
sanitasi sehat dan layak. Dampaknya, kasus penyakit berbasis lingkungan seperti
diare masih tinggi.
Jika lima kabupaten di NTT ini bisa mendapatkan akses sanitasi yang lebih baik,
akan semakin banyak daerah di NTT yang menerapkan program Sanitasi Total
Berbasis Masyarakat (STBM). Dengan begitu, kasus diare secara keseluruhan di
provinsi NTT bisa terus ditekan.
Sensus nasional menunjukkan bahwa hanya sebesar 23,82 persen masyarakat NTT
yang memiliki akses terhadap jamban sehat. Sementara itu, baru 50,11 persen
masyarakat NTT yang memiliki akses terhadap fasilitas air minum yang sehat.
Hasil analisis situasi lembaga kemanusiaan yang fokus pada pemenuhan hak anak,
Plan Indonesia, juga mengungkapkan anggaran yang disiapkan oleh pemerintah NTT
dalam penerapan program STBM masih minim. Rata-rata, tiap kabupaten di NTT
hanya menganggarkan 0,01 persen dari APBD mereka.
Meski begitu, menurut Plan Indonesia, NTT merupakan salah satu provinsi di
Indonesia yang konsisten mengimplementasikan program STBM.
Program STBM dirumuskan pertama kali pada 2008. Kementerian Kesehatan
menerbitkan peraturan menteri kesehatan tentang STBM. Dua hal yang menjadi
tujuan besar dari perumusan kebijakan nasional STBM ini adalah untuk mengurangi
angka kejadian diare dan untuk mencapai target MDG pada tahun 2015.
Untuk mendukung implementasi STBM di NTT, Kepala Program Plan Indonesia, Nono
Sumarsono, melalui siaran persnya, menyatakan Plan bersama wakil dari lima
pemerintahan kabupaten di NTT menandatangani kesepakatan penerapan STBM selama
empat tahun ke depan. Sasarannya, Kabupaten Ende, Manggarai Timur, Ngada, Sabu
Raijua dan Kabupaten Kupang. Melalui kesepakatan yang diresmikan pada Rabu
(25/9/2013) di Kupang ini, harapannya, akan semakin banyak lagi daerah di NTT
yang berhasil menurunkan angka kasus diare.
Eka Setiawan, Program Manager Water and Sanitation Hygiene Plan Indonesia,
mengatakan Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) dan Timor Tengah Selatan (TTS)
telah terbukti mampu menurunkan angka kasus diare. Kasus diare tiga kecamatan
di TTS, misalnya, pada tahun 2011 turun sebanyak 27,31 persen, dari 1.944 kasus
pada tahun 2010 menjadi 1.413 kasus pada tahun 2011.
“Empat kecamatan di Kabupaten TTU penurunannya lebih besar, yakni mencapai 34,2
persen, dari 500 kasus pada tahun 2010 menjadi 329 kasus tahun 2011,” jelas
Eka.
Bertambahnya jumlah daerah yang mendapatkan akses sanitasi berdampak bukan
hanya pada penurunan kasus diare di NTT. Terpenuhinya kebutuhan fasilitas
sanitasi akan berdampak langsung terhadap kualitas kesehatan masyarakat,
terutama anak-anak di NTT.
Post Date : 26 September 2013
|