Siti Badriah
Syarif Selasa pekan lalu menyemangati para wartawan hadir dalam konferensi pers
di kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Kalibata, Jakarta Selatan. Mereka
mendengarkan keterangan diberikan oleh Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi
Air Jakarta (KMMSAJ) seputar penolakan pengelolaan air dikelola swasta sejak 16
tahun lalu.
Perempuan berjilbab ini mengajak seluruh warga ibu
kota menyumbang buat membantu Pemerintah Provinsi DKI membeli saham Palyja
selaku pengelola air di wilayah Jakarta.
Sumbangan tidak dipatok. "Berapapun nilainya
tidak masalah. Uang ini akan kami catat dan harap mengisi keterangan jumlah,
nama, serta tanda tangan agar kami bisa mempertanggungjawabkan uang itu,"
kata Badriah.
Konsultan Proyek Penghijauan ini menyatakan hampir
70 persen warga Jakarta belum bisa menikmati air bersih. Dari hasil risetnya
soal air tanah di Jakarta, sebanyak 67 persen sudah tercemar bakteri e-coli.
Alhasil, jika dipakai saban hari bisa menyebabkan gatal-gatal hingga tetanus.
Data paling parah menunjukkan pencemaran air tanah
paling banyak terjadi di Jakarta Utara dan Jakarta Barat. Sedangkan wilayah
Jakarta Selatan, mayoritas penduduk masih menggunakan air tanah untuk keperluan
sehari-hari. "Di Jakarta selatan tadinya hanya delapan meter bisa dapat
air. Saat ini ada yang sampai 30 meter, itu pun masih tidak bisa
dikonsumsi," ujarnya.
Apalagi pembangunan rumah susun dan apartemen
marak di Jakarta. Sehingga kebutuhan air bersih kian melonjak dan ini tidak
bisa dipenuhi oleh PDAM. Mau tidak mau, pengembang mengebor tanah untuk
mengambil cadangan air. Parahnya, batas pengeboran itu tidak diketahui meski
pemerintah menetapkan batas maksimal seratus meter. "Semakin diambil
airnya, semakin turun lapisan tanahnya," tutur Badriah.
Koordinator Advokasi Koalisi Masyarakat Untuk Hak
Atas Air (KruHa) Muhammad Reza menilai kontrak antara pemerintah dengan
pengelola air saat ini dinilai janggal. Meski air memiliki dua nilai, yaitu
ekonomis dan sosial, namun tidak bisa dibuat untuk mencari keuntungan.
"Masalahnya ada swasta di situ, dia masuk jadi komersil," katanya.
Sebagai solusi cepat menghadapi krisis air guna
memenuhi kebutuhan warga Jakarta, Reza menyarankan Gubernur DKI Joko Widodo
harus memutus kontrak dengan swasta pengelola air. Jika langkah ini tidak
diambil, warga terus tercekik.
Post Date : 11 Juni 2013
|