90% TPA Berpotensi Timbulkan Bencana

Sumber:Suara Merdeka - 22 Februari 2010
Kategori:Sampah Luar Jakarta

YOGYAKARTA  - Kondisi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Indonesia masih memprihatinkan, dan berpotensi menimbulakn bencana. Pasalnya, 90% dinyatakan tidak memenuhi syarat.

Kondisi tersebut disebabkan kebanyakan TPA tidak dilengkapi dengan sanitary land fill. Padahal buruknya kondisi TPA akan terkait dengan potensi banjir sampah yang akan diperkirakan terjadi pada 26 kota di Indonesia.

Pernyataan itu dikemukakan Deputi Asisten Deputi Pengendalian dan Pengelolaan Limbah Domestik Kementrian Lingkungan Hidup (KLH), Tri Bayu Sony di Gedung Agung, Yogyakarta, Minggu (21/2) pada ”Deklarasi Masyarakat Peduli Sampah” yang merupakan rangkaian dari acara ”Grebeg Sampah”. “Saat ini dari 500 TPA di Indonesia, baru ada 10% yang dinyatakan memenuhi syarat dan memiliki sanitary land fill,” ujarnya.

Salah satu syarat sanitary land fill, menurut dia, di antaranya setiap 300 meter harus dilengkapi dengan penutup tanah. Pada bagian bawah dasar terdapat lapisan tertentu untuk menampung cairan sampah dan sebagainya. “Namun untuk membuat TPA dengan sistem ini biayanya sangat besar, itulah sebabnya baru sedikit yang bisa memenuhi persyaratan itu,” tuturnya.

Dia juga mengingatkan bahwa sebanyak 26 kota besar yang ada di Indonesia berpotensial untuk mengalami kebanjiran sampah. Hal itu disebabkan TPA yang ada sudah tidak mampu menampung sampah-sampah yang dihasilkan. Maka diperlukan berbagai kampanye penyadaran peduli sampah termasuk pengelolaan sampah mulai ditingkatkan di beberapa wilayah dengan berbagai peringatan.

“Berkaca dari kejadian lima tahun lalu terdapat lahan longsor akibat sampah TPA Leuwi Gajah di Bandung, ini memakan korban hampir 200 orang, bukannya tidak mungkin Yogyakarta dan kota besar lainnya akan mengalami hal serupa akibat banyaknya timbunan sampah yang ada. Untuk itu marilah pengelolaan sampah ditingkatkan, karena sampah sangat potensial membunuh orang,” imbau dia. Keprihatinan Tri Bayu Sony menjelaskan, wujud dari keprihatinan akan sampah yang ada dimunculkan UU 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah.

Untuk itu beberapa wilayah sudah mulai diterapkan UU tersebut. Dia menjelaskan, sampah terbanyak dihasilkan oleh sampah rumah tangga. Karena itu diharapkan sampah rumah tangga diarahkan untuk dikelola di tempat terdekat. Langkah tersebut akan diiringi dengan penerapan aturan bagi pabrik serta perusahaan yang menghasilkan sampah kemasan untuk segera melakukan pengelolaan sampah hingga tahun 2013 mendatang.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Lembaga Studi Tata Mandiri (Lestari), Agus Hartono menjelaskan, acara ”Grebeg Sampah” tersebut dilakukan untuk memberikan penya-daran akan keberadaan sampah dan menggugah kepedulian masyarakat untuk mengelola sampah. Arak-arakan peserta grebek berjalan dari Jalan Abu Bakar Ali hingga Gedung Agung.

Agus menerangkan, sampah merupakan persoalan besar yang salah satu indikatornya bahwa sampah dianggap merupakan masalah pribadi sehingga hanya dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain tanpa diselesaikan. Padahal tahun 2012 mendatang, TPA Piyungan akan berakhir masa operasinya. “Artinya, masyarakat DIY khususnya Kota, Bantul, dan Sleman akan kehilangan TPA, dan yang dipikirkan adalah apa yang harus kita lakukan?” ujar dia.

Acara ”Grebeg Sampah” itu juga dimeriahkan oleh seniman dari Ombak Banyu, pasukan kuning (pembersih), dan berbagai bentuk kesenian, serta pembagian sapu tangan sebagai ganti penggunaan tisu. (H50-89)



Post Date : 22 Februari 2010