|
TANGERANG -- Sekitar 90 persen dari 4.008 industri di Kabupaten Tangerang saat ini menggunakan air bawah tanah dengan menggunakan sumur bor. Pengambilan air secara besar-besaran dan tidak terkendali itulah yang menjadi penyebab merosotnya kuantitas dan kualitas air di Kabupaten Tangerang. Hampir sebagian besar industri itu berada di wilayah Tangerang bagian tengah, seperti Cikupa, Balaraja, Pasar Kemis, Curug, Tigaraksa, dan Legok. "Penggunaan air tanah sudah tidak sesuai dengan kapasitas," kata Ujang Sudiartono, Kepala Seksi Air Bersih, Dinas Lingkungan Hidup, Kabupaten Tangerang, kemarin. Kondisi ini amat riskan lantaran masyarakat yang memanfaatkan air bersih dari air bawah tanah hanya sebagian kecil. Kebanyakan warga menggunakan air sungai, air di saluran irigasi, dan air dari Perusahaan Daerah Air Minum. Ujang mengakui pengawasan yang kurang membuat para pelaku industri itu merajalela menggunakan air tanah. Padahal, industri tidak diperbolehkan menggunakan air tanah selama masih ada air dari Perusahaan Air Minum Daerah. "Nyatanya, mereka masih menggunakan air sumur sebagai bahan produksi meski hanya sebagai cadangan," katanya. Sebenarnya, pemerintah dapat memberikan sanksi kepada pelaku industri yang melanggar aturan dengan menerapkan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2002 tentang Pembinaan Pengawasan dan Penggunaan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan. "Semestinya ada sanksi buat mereka," kata Ujang. Hingga kini belum ada satu sanksi pun bagi pelaku industri. Ia menjelaskan, potensi sumber daya air tanah di Kabupaten Tangerang saat ini sangat terbatas. Jika pengambilan dan penggunaan air tanah tidak dikendalikan sejak dini, dalam 12 tahun ke depan Kabupaten Tangerang akan kekurangan dan kehabisan air bersih. Secara geografis, sumber daya air tanah di Kabupaten Tangerang, menurut Ujang, berada di antara dua sub-cekungan, yaitu sub-cekungan Tangerang yang meliputi wilayah Ciputat, Serpong, Pondok Aren, Pamulang, dan sub-cekungan Jakarta yang dibatasi Sungai Cisadane. "Potensi air tanah lebih banyak Jakarta," katanya. Selain potensi air bawah tanah yang minim, Ujang melanjutkan, secara geologis, Kabupaten Tangerang dilapisi endapan batuan jenis auvial yang terdiri atas lapisan batu kerikil, kerakal, pasir, dan lempung. Lapisan auvial tak bisa menyimpan air, tapi meloloskan air. "Gejalanya sudah tampak di wilayah tengah dan utara Tangerang," kata Ujang. Di wilayah tengah yang meliputi Cikupa, Balaraja, Tigaraksa, Pasar Kemis, dan wilayah utara yang meliputi Teluk Naga, Sepatan, Pakuaji, dan Mauk saat ini sulit mendapatkan air bersih. "Kebanyakan air sumur terasa asin dan kotor," kata Ujang. "Meski ada, itu hanya di beberapa titik." Intrusi air laut yang memanjang hingga 10 kilometer dari garis pantai, pencemaran lingkungan, serta pengambilan air tanah oleh pelaku industri yang tidak mempedulikan dampak negatifnya kian merusak sumber air bersih di Tangerang. JONIANSYAH Post Date : 23 Mei 2008 |