Sanur, Kompas - Sebanyak sembilan menteri Kabinet Indonesia Bersatu menandatangani deklarasi tentang pengelolaan danau secara berkelanjutan di Sanur, Bali, Kamis (13/8). Upaya mempertahankan, melestarikan, dan memulihkan fungsi danau berdasarkan prinsip keseimbangan ekosistem dan daya dukung lingkungan sekitar danau itu dilatarbelakangi oleh degradasi lingkungan danau yang semakin kentara sekaligus sebagai langkah antisipasi terhadap dampak perubahan iklim.
Penandatanganan dilaksanakan dalam konferensi nasional tentang danau di Indonesia, yang dihadiri Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar, Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto, Menteri Kehutanan MS Kaban, serta Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik.
Lima menteri yang tak hadir adalah Menteri Pertanian, Menteri Dalam Negeri, Menteri Negara Riset dan Teknologi, Menteri Energi dan Sumber Daya Alam, serta Menteri Kelautan dan Perikanan. Nota deklarasi langsung diserahkan kepada Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas Paskah Suzetta.
”Komitmen ini sesuatu yang harus dihargai karena selama ini sering terdapat perbedaan persepsi dalam pengelolaan danau. Komitmen ini akan menjadi bagian rencana pembangunan jangka panjang nasional kita dengan porsi dana yang seimbang terhadap sektor lain,” katanya.
Deklarasi Bali berisi tujuh butir komitmen, yaitu komitmen terhadap pengelolaan ekosistem danau; pemanfaatan sumber daya air danau; pengembangan sistem pengawasan, evaluasi, dan informasi danau; penyiapan langkah-langkah adaptasi dan mitigasi perubahan iklim terhadap danau; pengembangan kapasitas, kelembagaan, dan koordinasi pengelolaan danau; peningkatan peran masyarakat; serta pendanaan berkelanjutan.
Rachmat Witoelar mengungkapkan, pemerintah telah menetapkan sembilan danau prioritas, antara lain Danau Toba (Provinsi Sumatera Utara), Singkarak dan Maninjau (Sumatera Barat), Rawa Pening (Jawa Tengah), Batur (Bali), Tempe (Sulawesi Selatan), Poso (Sulawesi Tengah), dan Tondano (Sulawesi Utara).
”Degradasi lingkungan danau selama ini lebih diakibatkan oleh ketidakpedulian, kesungguhan, dan profesionalisme pemangku kepentingan danau itu. Sikap itu tidak boleh diteruskan atau danau-danau, seperti Tempe dan Limboto, lenyap 10-15 tahun lagi,” kata Rachmat.
Djoko Kirmanto berjanji setiap pembangunan akan disesuaikan dengan kaidah lingkungan. Adapun MS Kaban mengusulkan pihak pemeroleh hasil langsung danau harus ikut membantu pengelolaan hutan sebagai daerah tangkapan air sekaligus daerah aliran sungai. (BEN)
Post Date : 15 Agustus 2009
|