|
JAKARTA, KOMPAS.com - Hujan yang mengguyur sejak Sabtu sore (11/1/2014), berdampak terjadinya genangan dan banjir di sejumlah wilayah DKI Jakarta. Ketinggian air terendah mencapai 10 cm dan tertinggi sekitar 175 cm, yang terjadi di Kelurahan Rambutan, Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur. Berdasarkan data yang dihimpun tim Pusdalops BPBD DKI Jakarta yang dirilis Minggu (12-01-2014), dari pukul 18.00 WIB sampai dengan pukul 00.00 WIB, wilayah yang tergenang banjir sebanyak 4 wilayah yang terdiri atas 15 Kecamatan, 20 Kelurahan, 60 RW dan 205 RT. Banjir kali ini memaksa 11.972 jiwa dari 3.742 Kepala Keluarga (KK) terpapar genangan/banjir dan sebanyak 924 orang mengungsi. Menurut Ketua Umum Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) DKI Jakarta, Puput Tridarmaputra, banjir yang berulang kali melanda ibukota negara merupakan potret amburadulnya tata ruang. "Banjir terus terjadi, Jakarta tidak bisa mengendalikan tata ruang dengan baik dan maksimal. Semakin hari kian amburadul tanpa ada penyelesaian yang efektif dan menyeluruh," ujar Puput kepada Kompas.com, Senin (13/1/2014). Lebih jauh Puput mengatakan, jika pun ada solusi yang ditawarkan dan dikerjakan Pemerintah, tidak berdampak pada timbulnya gerakan kolektif dalam menangani banjir bersama-sama. Solusi yang dilakukan selama ini hanya bersifat temporer. "Kajian tata ruang tidak dilakukan dengan sungguh-sungguh. Terbukti perizinan terhadap pembangunan gedung-gedung komersial terus diberikan tanpa adanya analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL)," cetus Puput seraya menambahkan bahwa penangan dan pengendalian banjir hanya dianggap sebagai proyek. Sementara pengamat perkotaan dari Universitas Trisakti, Yayat Supriatna, menandaskan, kondisi Jakarta tidak banyak berubah saat diguyur hujan, meskipun berbagai upaya penanganan banjir terus dilakukan. Faktor penyebabnya pun sama dan diketahui publik secara luas. "Yang ada, wilayah yang terdampak banjir makin meluas. Seharusnya Pemda DKI Jakarta melakukan evaluasi penanganan banjir ini dengan mengendalikan tata ruang serta faktor non struktural lainnya. Pengendalian tata ruang hanya bersifat fisik, sementara pengendalian non struktural adalah mengubah perilaku masyarakat kota Jakarta untuk tidak membuang sampah sembarangan, tidak membangun di daerah resapan dan lain sebagainya," kata Yayat. Pemda DKI, lanjut Yayat, harus mempercepat realisasi pembangunan sodetan yang dapat menampung air hujan atau luapan air sungai dan mengalirkannya ke Kanal Banjir Timur (KBT). Ini harus dilakukan segera supaya setiap terjadi hujan, volume air bisa langsung berkurang. Post Date : 13 Januari 2014 |