Segera Benahi Tata Kelola Air Bersih

Sumber:Kompas - 20 Maret 2013
Kategori:Air Minum
Jakarta, Kompas - Krisis air bersih yang melanda ibu kota DKI Jakarta dan sekitarnya tak bisa dibiarkan. Pemerintah harus membenahi tata kelola air bersih dan sumber daya air. Persoalan ini tidak hanya tanggung jawab Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, tetapi juga tanggung jawab pemerintah pusat untuk mencarikan solusinya.

”Langkah yang harus dilakukan saat ini adalah membenahi tata kelola air bersih, memastikan ketersediaan air baku, dan pada saat yang bersamaan mempercepat negosiasi ulang dengan operator air bersih,” kata anggota Dewan Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta, Firdaus Ali, Selasa (19/3).

Perbaikan tata kelola air dilakukan dengan membentuk satu lembaga yang mengelola air bersih dan SDA. Lembaga ini harus diberi hak untuk merencanakan, melaksanakan, dan memelihara sarana sumber daya air. Selanjutnya, pemerintah pusat dan daerah mengalokasikan anggaran kepada lembaga khusus ini untuk menjalankan tugasnya.

Namun, pemerintah sepertinya abai dengan persoalan tersebut. Pemangku kepentingan tak menjalankan kewajibannya hingga beban berat harus ditanggung konsumen. Bila hal itu dibiarkan terus, menurut Firdaus, kompleksitas persoalan ini bisa memicu persoalan ekologi, sosial, dan ekonomi yang lebih berat.

Dewan SDA DKI Jakarta mencatat, produksi air bersih di Jakarta saat ini 18,7 meter kubik per detik. Adapun kebutuhan sebenarnya mencapai 29,6 meter kubik per detik dengan asumsi jumlah penduduk DKI 9,6 juta jiwa.

Firdaus memperkirakan, kebutuhan meningkat menjadi 41,3 meter kubik per detik pada tahun 2025 dengan asumsi jumlah penduduk 14,6 juta jiwa. ”Jika belum ada solusi krisis air saat ini, Jakarta dan wilayah sekitarnya akan memperebutkan sumber air yang sama,” katanya.

Keragaman sumber

Sebagian kalangan menilai, masalah mendasar yang terjadi saat ini adalah minimnya sumber air baku. Suplai air DKI sangat bergantung pada wilayah sekitarnya. Kepala Badan Regulator Air Minum DKI Jakarta Kris Tetuko berpendapat, saatnya kini memperbanyak sumber air baku untuk mengatasi defisit air.

Penambahan air baku tak dapat dilakukan sendiri. Harus ada kerja sama antarpemerintah daerah di hulu dan hilir Kanal Tarum Barat. Kerja sama diperlukan untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas kanal sehingga dapat mengurangi kadar pencemaran yang semakin tinggi.

Operator air PT Palyja dan PT Aetra sependapat dengan ide tersebut. ”Banyak warga yang belum menerima pasokan air bersih. Pasokan yang terjamin memperkecil persoalan yang terjadi di masyarakat bawah,” kata Meyritha Maryanie, Corporate Communications and Social Responsibilities Head Palyja.

Corporate Secretary PT Aetra Bambang Hernowo justru menuding pemerintah tidak bekerja maksimal. ”Kami belum melihat upaya serius pemerintah mengatasi persoalan ini,” ujarnya.

Subsidi

Tidak cukup dengan itu, sejumlah pihak mendesak pemerintah memberikan subsidi untuk infrastruktur air bersih dan tarif. Nana M Arifjaya, dosen hidrologi daerah aliran sungai pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, mengatakan, subsidi pemerintah belum berjalan karena pendanaan untuk infrastruktur pipa sangat mahal.

Begitu juga subsidi melalui tarif. Sejauh ini, tarif diserahkan ke mekanisme pasar melalui perhitungan seluruh biaya pengelolaan dan investasi air bersih yang bertumpu pada tarif.

Model pembiayaan ini yang menyebabkan tarif air menjadi beban berat warga. Pada sistem full cost recovery, peran pemerintah nyaris tidak ada. Sebab, semua beban pengelolaan dan investasi menjadi tanggung jawab konsumen yang membayar tarif. Meski tarif tidak naik lagi sejak tahun 2007, selisih tarif dan imbalan (water charge) yang diklaim operator menjadi beban PAM Jaya yang menggunakan uang konsumen.

Menurut Firdaus, subsidi air bersih sudah lazim di negara maju. Di Kota Taipei, Taiwan, misalnya, subsidi diberikan tak hanya kepada warga miskin, tetapi juga untuk kalangan industri.

Sementara itu, subsidi air bersih di Jakarta baru dalam tahap rencana seperti yang disampaikan Direktur Utama PD PAM Jaya Sri Widayanto Kaderi. Pihaknya saat ini dalam tahap menuju ke sana.

Direktur Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum Muhammad Hasan mengatakan, Kementerian Pekerjaan Umum terus berupaya menambah pasokan air baku, antara lain dengan mengeruk saluran Tarum Barat.

”Seharusnya kapasitas Tarum Barat itu 21 meter kubik per detik. Namun, karena terjadi sedimentasi, saat ini air baku yang bisa dialirkan hanya 16 kubik per detik. Kami sedang mengeruk dan membuat pagar di saluran itu,” kata Hasan.(MKN/ARN/gal/RAY/FRO/NDY)

Post Date : 20 Maret 2013