|
YOGYAKARTA, KOMPAS — Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti mewajibkan pengelola hotel di kota itu memakai jasa perusahaan daerah air minum untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari. Hal itu disampaikan agar pengelola hotel tidak terus menyedot air tanah dalam jumlah besar sehingga ketersediaan air tanah di Yogyakarta dan sekitarnya bisa terjaga. ”Hotel yang terjangkau jaringan PDAM (perusahaan daerah air minum) harus berlangganan air. Hal ini sudah diatur dalam peraturan wali kota sehingga harus dipatuhi,” kata Haryadi di Balai Kota Yogyakarta, Senin (6/10). Selama beberapa hari terakhir, aksi protes terhadap maraknya pembangunan hotel di Yogyakarta terus bermunculan. Warga yang tinggal di sejumlah wilayah di dekat hotel mengeluhkan sumurnya yang kering. Warga menduga kekeringan itu disebabkan oleh keberadaan hotel yang sehari-hari mengambil air tanah untuk memenuhi kebutuhan. Sesuai kajian Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam, seperti dijelaskan Bosman Batubara, permukaan air tanah di Yogyakarta mengalami penurunan karena volume air yang meresap jauh lebih kecil dibandingkan yang diambil. Pembangunan hotel yang tak terkendali diduga menjadi salah satu penyebab penurunan permukaan air tanah itu (Kompas, 6/10). Haryadi mengungkapkan, dia sudah mendengar keluhan dan kekhawatiran warga terkait dampak negatif pertumbuhan hotel di kota itu. Oleh sebab itu, Februari lalu, dia menandatangani Peraturan Wali Kota Yogyakarta Nomor 3 Tahun 2014 tentang Penyediaan Air Baku Usaha Perhotelan di Kota Yogyakarta. Peraturan itu menegaskan, setiap usaha perhotelan di daerah yang terjangkau oleh jaringan PDAM harus menyediakan air baku yang bersumber dari PDAM. Jika aturan itu tak ditaati, pengelola hotel bisa dikenai sanksi administratif, termasuk pencabutan izin. Ahli geologi dari Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta, Eko Teguh Paripurno, mengatakan, maraknya pembangunan hotel menjadi salah satu penyebab berkurangnya ketersediaan air tanah. Namun, keberadaan hotel bukan menjadi satu-satunya penyebab. ”Faktor lain adalah jumlah sumur resapan yang amat sedikit sehingga volume air yang terserap tanah tidak sebanding dengan yang diambil. Kita memanen air, tetapi tak menanam air,” kata Eko. (HRS) Post Date : 07 Oktober 2014 |