Kampanye persoalan sanitasi di Indonesia dinilai kurang mengena di masyarakat. Masih banyak masyarakat yang membuang sampah sembarangan dan membakar sampah. Demikian disampaikan salah satu duta sanitasi dari Sulawesi Barat, Hera Davita Pasa, saat mengikuti praktek kerja lapangan di Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Mulyoagung, di Kecamatan Dau, Kabupaten Malang, JawaTimur, Jumat (5/9/2014).
Hera, yang sudah empat tahun menjadi duta sanitasi, menyatakan masyarakat Indonesia hingga kini masih belum mempunyai kesadaran pentingnya sanitasi yang baik, terutama soal memperlakukan sampah yang baik dan benar. “Pembakaran sampah masih banyak dilakukan masyarakat,” kata Hera, yang kini menjadi mahasiswa baru di kampus Udayana, Bali.
Penyuluhan yang gencar dilakukan di seluruh provinsi selama ini hanya menyasar kalangan tertentu saja, seperti sebagian pelajar, masyarakat, dan juga pejabat pemerintahan. Ia melihat, hanya sebagian pelajar, mahasiswa, serta masyarakat yang mengetahui pentingnya sanitasi yang baik. “Orangnya, ya, itu-itu saja dan dari forum ke forum,” ujar Hera.
Selama mengikuti pelatihan penyuluhan selama 4 hari yang berlangsung dari tanggal 3-6 September 2014, mereka juga diajak berkunjung ke sejumlah tempat pembuangan sampah yang ada di Malang. Salah satunya di TPST Mulyoagung, di Kecamatan Dau. Di tempat ini, Hera menilai masyarakat hanya mengetahui sebagian kecil saja tentang sanitasi, seperti hal-hal yang disuruh saja, dan bukan atas kesadaran sendiri atau inisiatif mereka untuk membuang sampah dan mengelolanya sendiri.
Tumpukan sampah yang sedang dipilah di Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Mulyoagung. Foto: greeners.co
Ia berpendapat, harusnya kampanye sanitasi dilakukan juga dengan metode lainnya seperti pemasangan pengumuman layaknya rambu-rambu lalu lintas atau banner di titik-titik strategis di masing-masing kota. “Dengan cara yang unik dan baru, biasanya masyarakat lebih tertarik untuk memperhatikannya,” ujar Hera.
Hera menyontohkan, pengetahuan masyarakat agar sampah jangan dibakar di Bali, misalnya, terbentur dengan budaya atau kebiasaan warga sana yang selalu membakar sisa-sisa upacara keagamaan. Meski sekarang sudah ada cara tersendiri untuk menangani hal ini dengan cara tidak dibakar, namun kenyataannya masih banyak yang belum mengetahuinya.
Selain itu, contoh lainnya adalah perilaku seperti mengantongi sampah di kantong baju, menurut Hera, malah sering ditertawakan oleh teman-teman mereka.
Ketua Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) TPST Mulyoagung, Supadi, mengatakan, sebelum tempat ini terbentuk, masyarakat di Mulyoagung selalu membuang sampah di sungai Das Brantas selama 20 tahun. Bahkan pernah dibawa ke meja hijau karena pencemaran lingkungan. Namun, saat ini warga sudah tidak membuang sampah di sungai lagi berkat dibangunnya TPST di Desa Mulyoagung di tanah desa.
Bahkan, TPST ini menampung sampah dari 5 ribu Kepala Keluarga dari empat desa dan menampung 50 meter kubik sampah per hari dengan residu 6 meter kubik per hari. Proses pengolahan sampah di TPST ini terbagi menjadi beberapa zona. Mulai dari pengangkutan sampah dari warga, pemilahan sampah dengan mengelompokkan sampah kaca/beling, kertas, plastik, limbah nasi, kompos dan residu, hingga packing dan penjualan.
Para duta sanitasi yang berkunjungke TPST ini merupakan duta sanitasi dari Indonesia wilayah Timur angkatan 2010-2013. Mereka adalah siswa yang sudah diseleksi melalui karya tulis, penyuluhan dan lomba poster. Duta sanitasi ini mempunyai misi menyampaikan pesan perubahan perilaku kepada masyarakat, mulai dari lingkungan sekolah, masyarakat di rumah, hingga nasional.
Post Date : 09 September 2014
|