|
Warga Ciptomulyo mulai gelisah juga menyikapi pencemaran lingkungan di kawasan tempat tinggal mereka. Pasalnya, satu demi satu warga mulai bertumbangan karena penyakit dalam. Biang masalahnya tentu saja aroma Kali Badeg alias Coban Bau yang mengalir di sepanjang wilayah permukiman warga. Setelah berpuluh tahun berusaha ‘betah’ mencium bau menyengat yang disebabkan limbah pabrik kulit PT Kasin dan PT Usaha Loka, kesabaran mereka akhirnya habis juga. Senin (20/1) kemarin, sejumlah perwakilan warga mengadu ke Gedung DPRD Kota Malang. Mereka berharap wakil rakyat punya solusi untuk mengatasi problematika ini. Mereka tidak ingin kesehatan mereka dipertaruhkan gara-gara limbah yang terus meracuni lingkungan setempat. “Kami sudah tidak tahan lagi. Warga mulai menderita infeksi saluran pernapasan. Sampai kapan dibiarkan. Kami hanya berharap pembuangan limbah dilakukan sesuai standar, sehingga tidak membahayakan kami,” ujar Imam Samba, Ketua RT 06 RW 01 Kelurahan Ciptomulyo. Menurut pria yang sempat menjadi pengurus Forum Komunikasi Pemantau Lingkungan (FKPL) itu, saluran instalasi pengolahan air limbah (IPAL) di sana sudah rusak. Namun, pihak pabrik seolah tutup mata. “Sebetulnya salurannya sudah tidak berfungsi baik. Pipa paralon banyak yang rusak. Setiap kali mendengar info akan ada inspeksi, selalu saja kemudian limbah itu menghilang. Kami tak mau pihak pabrik hanya berbenah saat akan diperiksa,” urainya. Selain bau yang sangat menyengat dan membuat mual, warga juga mengeluhkan kualitas air sumur setempat. Cairan mematikan itu bisa mencemari air sumur warga yang kedalaman pengambilannya hanya 5-10 meter. “Kalau diamati, air sumur di tempat kami tidak jernih, tapi agak kekuningan. Kalau untuk menyuci pakaian, pasti membekas,” timpal Imam. Kondisi memprihatinkan itu tak ditampik Lurah Ciptomulyo, Wahyudi Sudiono. Pasalnya, jika mengacu data kependudukan setempat dalam dua tahun terakhir. Dalam kurun waktu 2012 hingga 2013 lalu, tak kurang dari 200 warga setempat meninggal dunia. Yang membuat miris, penyebab kematian mayoritas warga adalah penyakit dalam yang menggerogoti kesehatan mereka. “Dari data Puskesmas, 90 warga kami menderita penyakit dalam. Jumlah sebanyak itu terakumulasi dari pengobatan pasien selama enam bulan belakangan,” ungkapnya kepada Malang Post. Kerjasama dengan Himpunan Penduduk Pengguna Air Minum (HIPPAM) pun dilirik. Pasalnya, dari sekitar 2500 kepala keluarga (KK) yang tinggal di kawasan Ciptomulyo, hanya 20 persennya saja yang menjadi pelanggan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Selebihnya menggantungkan konsumsi air minum dari sumur di tiap-tiap rumah. Mereka kesulitan membayar tagihan PDAM karena sebagian besar warga setempat masuk golongan ekonomi lemah. Meski begitu, pakar lingkungan dari ITN Malang,
Sudiro ST MT berpendapat, bukan berarti kesehatan masyarakat setempat
terpengaruh air minum yang mereka konsumsi. Bukan berarti juga air sumur mereka
sudah terkontaminasi cairan limbah pabrik. “Mungkin kualitas airnya terpengaruh
bakteri e-coly. Tidak selalu karena limbah. Harus diperhatikan dulu jarak
pabrik dan saluran pembuangan limbahnya dengan pemukiman warga,” paparnya. Sementara itu, meski rutin memonitor limbah pabrik kulit dan pabrik karet di kawasan Ciptomulyo, Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Malang rupanya belum pernah memonitor air sumur warga setempat. Sejauh ini, BLH mengaku belum pernah menerima pengaduan warga soal buruknya kualitas air tanah mereka. Karena itulah, pihak BLH agak terkejut mendengar kabar kondisi kesehatan warga Ciptomulyo memprihatinkan gara-gara meminum air tak layak konsumsi. “Kami sumur warga belum pernah kami tes. Selama ini belum ada pengaduan. Kami pun juga belum bisa bicara banyak, karena hingga sekarang belum diadakan pengujian oleh laboratorium lingkungan,” terang Kepala BLH Kota Malang, Nusul Nurcahyono. Selama ini, BLH lebih aktif melakukan pola pembinaan lingkungan dengan memeriksa kandungan cairan limbah pabrik. Intensitasnya bahkan terbilang rutin, tiap satu bulan sekali. “Pola pembinaannya kita lakukan sebulan sekali ke perusahaan. Kami uji limbah cairnya. Selalu kami monitor sebelum mengalir ke badan sungai. Konsentrasinya memang ke pengolahan limbah,” urainya. Rencananya, hari Kamis (23/1) lusa, Komisi A bakal mengundang pihak-pihak terkait untuk membahas masalah lingkungan yang memprihatinkan ini. “Kami akan memanggil mulai dari pihak pengelola pabrik dan BLH. Sehingga ada solusi bersama untuk mengatasi masalah ini,” seru Ketua Komisi A DPRD Kota Malang, Arief Wahyudi. Post Date : 21 Januari 2014 |