|
BANDUNG, KOMPAS — Ketersediaan air bersih di perkotaan akan menjadi persoalan krusial kependudukan selain isu pangan dan energi. Di Jawa Barat, pemda mendorong kembali pemanfaatan sungai untuk penyediaan air bersih sehingga warga tidak lagi bergantung pada sumur atau mata air. ”Selain pangan, persoalan ketahanan air juga sangat penting ke depan. Jauh lebih penting daripada energi. Selama ini, kita masih banyak mengandalkan sumur dan mata air. Ini, kan, salah. Sumur bukan satu-satunya sumber air. Lebih banyak air, 83 persen, tertampung di sungai-sungai dan embung. Ini yang seharusnya bisa dimanfaatkan,” ujar Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, Selasa (25/3), di Sumedang, Jabar. Persoalannya, meskipun melimpah, kualitas air di sungai, khususnya di Jabar, saat ini, sangatlah memprihatinkan. Air sungai, misalnya di Citarum, tercemar limbah dan polutan sehingga tidak bisa dikonsumsi. Menurut Heryawan, pencemaran itu terutama terjadi akibat masih buruknya perilaku masyarakat di daerah aliran sungai. Berdasarkan penelitian Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi Jabar, sumber pencemaran DAS Citarum sangatlah beragam, mulai dari penggunaan pupuk kimia dan pestisida berlebih oleh para petani hingga limbah ternak dan pabrik. ”Di Jelegong, Rancaekek, sumber airnya (dari sungai) tidak bisa lagi dipakai untuk mencuci pakaian, apalagi diminum. Ini karena pencemaran sudah sangat parah,” ungkap Kepala BPLHD Jabar Anang Sudarna. Untuk menormalkan fungsi dan kondisi sungai terpanjang di Jabar itu, Pemprov Jabar melakukan berbagai upaya melalui program program Citarum Bestari (Bersih, Sehat, Lestari, dan Indah). Upaya itu misalnya pengolahan kotoran ternak dan pembuatan instalasi pengolahan air limbah pabrik dengan menggandeng investor dari Korea Selatan. Danau besar Di Kota Bandung, Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) setempat melakukan inovasi berupa pengolahan air sungai yang kotor menjadi air bersih. Jadi, PDAM tidak lagi bergantung pada pasokan dari mata air yang jumlahnya kian terbatas dewasa ini. Instalasi pengolahan air bersih dari sungai itu terdapat di Bojongsoang, Bandung. Dirut PDAM Kota Bandung Pian Sopian menuturkan, kapasitas instalasi pengolahan air bersih di Bojongsoang itu mencapai 800 meter kubik per hari atau 400 liter per detik. Pihaknya berharap, air olahan ini bisa dimanfaatkan warga untuk mandi, bahkan minum. ”Air kotor (sungai) itu bisa diolah menjadi setingkat air baku yang bisa untuk diminum. Betul-betul bersih. Namun, kami masih meminta fatwa dari MUI (Majelis Ulama Indonesia) untuk memasukkan itu sebagai hal yang halal sehingga bisa dikonsumsi warga,” katanya. Wali Kota Bandung Ridwan Kamil menuturkan, pihaknya berencana membangun lima situ kecil dan satu danau besar di Kota Bandung sebagai solusi mengatasi persoalan banjir dan air bersih sekaligus. ”Lokasi danau besar itu berada di Gede Bage, Bandung Timur. Di lokasi milik (Kementerian) Pekerjaan Umum itu juga akan dibangun taman kota. Insya Allah, itu akan menjadi taman danau pertama di Bandung,” ujarnya. Sementara itu, ratusan mata air di Kabupaten Tasikmalaya mendesak diselamatkan karena terancam musnah. Perlindungan hukum pemerintah daerah dianggap belum mampu menjaga ketersediaan debit air mata air, khususnya pada musim kemarau. ”Meski sejumlah aturan sudah dibuat pemerintah daerah, kondisi mata air secara umum memprihatinkan. Mata air yang masih tersisa mudah sekali kehilangan debit air,” ujar Ketua Forum Daerah Aliran Sungai Ciwulan, Citanduy, dan Cilangla Eet Riswana, Selasa. (JON/CHE) Post Date : 26 Maret 2014 |