|
YOGYAKARTA - Sekitar 85 persen sumber air atau sumur di Yogyakarta, yang dipergunakan warga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, tercemar bakteri e-coli. Selain tercemar bakteri itu, sebagian besar sumur warga mengandung zat-zat berbahaya. Dari 19.714 sumur warga yang diteliti, 49,51 persen mengandung berbagai kandungan zat berbahaya, seperti FE (zat besi). Menurut Kepala Seksi Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup Dinas Lingkungan Kota Yogyakarta Peter Lawuasa, angka-angka pencemaran tersebut diperoleh dari hasil penelitian yang dilakukan rutin oleh kantornya tiap tahun. "Tingginya pencemaran ini karena maraknya penggunaan septic tank tradisional oleh warga Yogyakarta," kata Peter saat dihubungi kemarin. Tingginya tingkat pencemaran, ia menambahkan, mengakibatkan bakteri e-coli sulit diberantas. "Ini berbahaya bagi kesehatan karena penyakit diare yang disebabkan oleh e-coli bisa mewabah sewaktu-waktu," katanya. Pencemaran sumber air itu juga diperparah oleh persoalan pengelolaan sampah di Yogyakarta. Berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup, tiap hari terdapat 300 ton sampah di Yogyakarta. "Dari jumlah itu baru 82 ton yang terangkut ke tempat pembuangan akhir," kata Peter. Sebagai langkah antisipasi, Peter melanjutkan, pihaknya memberlakukan sistem sanitasi terpusat atau instalasi pengolahan air limbah (IPAL) komunal, yakni pembangunan saluran limbah rumah tangga di beberapa titik pemukiman warga. Di Yogyakarta telah terpasang setidaknya 25 IPAL di 21 kelurahan, di kawasan bantaran tiga sungai, yaitu Gajah Wong, Code, dan Winongo. Secara keseluruhan, IPAL tersebut mampu menampung limbah dari 1.500 rumah tangga. Namun, itu masih jauh dari cukup. "Hanya 1,3 persen dari 113.910 rumah tangga di Kota Yogyakarta yang limbahnya ditampung di IPAL komunal," kata Peter. Ignatius Kendal, aktivis lingkungan hidup dari HIJAU mengatakan, kebijakan membangun sanitasi komunal sebenarnya merupakan terobosan bagus. Namun, Kendal menambahkan, banyak warga yang jarang memanfaatkannya karena harus membuat sambungan dari pipa secara mandiri. "Ini terkait dengan kondisi ekonomi," kata dia. Sementara itu, meski menghadapi musim kemarau Perusahaan Daerah Air Minum Surakarta berjanji warga tak akan kesulitan air bersih. Saat ini, menurut Direktur PDAM Surakarta Singgih Tri Wibowo, pihaknya menggunakan tiga teknik eksplorasi air bersih, pengambilan air dari mata air, penggunaan sumur dalam, dan instalasi air permukaan. Eksplorasi dari mata air dilakukan di Cokro, Tulung, Klaten. PDAM juga telah membuat sumur dalam di 26 titik. Sedangkan pengolahan air permukaan dilakukan di Jurug, mengambil air dari Sungai Bengawan Solo. Karena air Sungai Bengawan Solo tidak stabil akibat pencemaran, PDAM tidak mengeksplorasi secara besar-besaran. Meski bisa diolah agar zat kimia di dalamnya bisa diminimalkan, karena pencemaran tersebut banyak didominasi zat pewarna dari industri tekstil, airnya kerap tak bening. "Walaupun secara klinis sudah aman untuk digunakan, tidak etis kalau dijual," kata Singgih. Karena itu, pihaknya lebih memilih menghentikan pasokan air dari Sungai Bengawan Solo pada saat pencemaran sedang tinggi. MUH. SYAIFULLAH | AHMAD RAFIQ Post Date : 16 Juni 2008 |