|
SETELAH bertahun-tahun dikelola swasta asing, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga sudah mengincar untuk mengambil-alih saham PT Palyja, salah satu operator air bersih. Pembelian ini dilakukan untuk memperbaiki kualitas pelayanan air bersih di ibukota. ”Ini tidak main-main. Kami serius karena ini soal prinsip. Kami siapkan dana pembelian saham,” kata Jokowi di Jakarta, beberapa waktu lalu. Palyja merupakan salah satu operator air bersih di DKI yang beroperasi sejak tahun 1997 selain PT Aetra. Sebanyak 51 persen saham Palyja dimiliki swasta Perancis, Suez Environment, sisanya swasta nasional. Sebelumnya, Palyja berencana menjual saham mereka ke perusahaan Filipina, Manila Water. Rencana pembelian ini, disebut Jokowi, sebagai langkah ”baik-baik.” Namun, jika Palyja tidak bersedia menjual sahamnya, Pemprov DKI akan menggunakan rencana kedua. ”Jurus kedua itu tidak akan kami sampaikan di sini,” kata Jokowi. Menurut Jokowi, ini merupakan keputusan besar. Tujuannya agar pengelolaan air untuk kepentingan rakyat, bukan berorientasi mengejar keuntungan. ”Kita harus berani,” ujarnya. Pembelian saham operator air bersih oleh Pemprov DKI ini dimungkinkan. Dalam perjanjian kerja sama dengan PT Palyja dan PT Aetra disebutkan, pembelian saham bisa dilakukan setelah 10 tahun berjalan. ”Ketika menginjak 10 tahun, saya sudah mendorong pemerintah membeli saham operator. Namun, saat itu belum berani,” ujar ahli hidrologi dari Universitas Indonesia, Firdaus Ali. Sementara itu, beberapa lembaga yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta juga menggalang dukungan warga. Mereka adalah LBH Jakarta, Indonesia Corruption Watch (ICW), Kiara, Kruha, dan Solidaritas Perempuan Jabotabek. ”Data Badan Pusat Statistik 2010, hanya 34,8 persen warga Jakarta yang terlayani air minum bersih. Ini membuktikan buruknya kinerja operator swasta,” kata Tama S Langkun dari ICW. Wakil Ketua DPRD Jakarta Sayogo Hendrosubroto menilai penjualan saham Palyja ke pihak asing sama saja dengan penipuan. Menurut Sayogo, penjualan saham Palyja ke perusahaan asing harus dibatalkan demi hukum karena menyalahi perjanjian. Disamping itu, Palyja juga dinilai berupaya lari dari rebalancing kontrak yang harus segera diselesaikan. “Operator harus tunduk ke PAM Jaya. Sebelum Palyja menjual sahamnya ke pihak lain harus terlebih dulu membereskan rebalancing kontraknya. Bagaimana nanti muncul operator baru, padahal masalah sebelumnya cukup banyak. Ini akan menyengsarakan pelanggan nantinya,” katanya. Dalam Pasal 33 UUD 1945 berbunyi bahwa “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar bagi kemakmuran rakyat ”. Dari pasal tersebut sudah sangat jelas bahwa hasil dari sumber daya alam, termasuk air dikuasai, diatur, dan dikelola oleh negara untuk diberikan kepada rakyat secara bijak agar kehidupan masyarakat makmur dan sejahtera. Namun pada kenyataannya, keadaan pada saat ini masyarakat merasa terbebani karena lembaga-lembaga yang kekuasaannya di bawah negara fungsinya telah luntur. Padahal seharusnya setiap masyarakat memperoleh hak akan kebutuhannya. Seharusnya masyarakat tidaklah sulit dalam memenuhi kebutuhan tersebut, mengingat bahwa negara ini merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam. Namun pada kenyataannya, untuk mendapatkan air bersih saja masyarakat harus mengeluarkan biaya yang mahal, harga bahan bakar yang kini juga cukup tinggi, dan masih banyak lagi karena dikuasai dan dikelola asing. Post Date : 20 Juni 2013 |