|
SLEMAN– Sebanyak 672 kepala keluarga (KK) warga di lima dusun Kecamatan Prambanan, mulai kesulitan mencari air bersih. Bantuan dari Pemkab Sleman belum memenuhi kebutuhan. Ketua Organisasi Pemakai Air (OPA), Prambanan, Mujimin mengatakan, sudah banyak yang membeli air dari pihak swasta. Di antaranya Dusun Sumberwatu sebanyak 120 KK; Gawangsari ada 215 KK; di Desa Sambirejo, Dusun Umbulsari; Desa Sumberajo sebanyak 217 KK; Desa Wukirsari, Dusun Klumprit 90 KK; serta Dusun Losari II ada 30 KK. “Mereka mulai ketergantungan dengan membeli air dari pihak swasta. Akhir-akhir ini sumber air di sekitar pemukiman juga telah menyusut,” kata dia kemarin. Selain karena sumber air yang sudah menyusut, penyebabnya juga saluran tiga pompa induk yang ada di Prambanan, terkendala minimnya bahan bakar minyak (BBM). “Jadinya, distribusi air tidak maksimal. Pengoperasian pompa tidak bisa rutin karena terkendala BBM,” katanya. Bahkan, bantuan dari Pemkab Sleman berupa 400 liter solar beberapa waktu lalu tidak cukup untuk mengoperasikan pompa dalam satu hari. Sebab, tiga subsistem pompa tersebut seharinya membutuhkan 438 liter solar. Diharapkan nantinya, jika ada pihak swasta, donatur, ormas, atau pihak lainnya yang akan membantu, bisa disumbangkan dalam bentuk BBM. Sehingga, bisa memberdayakan masyarakat. Salah satu pengemudi tangki airbersih, Karmanmengatakan, untuk harga air bersih tiap tangkinya tergantung jarak tempat yang untuk dropping. Dari yang terdekat dipatok hanya Rp75.000 sedangkan untuk jarak yang lebih jauh bisa mencapai Rp130.000. Akhir-akhir ini permintaan dropping air bersih di Prambanan memang sudah mulai meningkat. Setiap hari disediakan tiga armada tangki, yang setiap armada mengangkut hingga sepuluh kali dalam sehari.“Selain di lima dusun itu juga di Dusun Kalinongko dan Gali di Desa Gayamharjo sudah kesulitan air bersih,” katanya. Terpisah, Kepala Bidang Kesiapsiagaan dan Pencegahan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sleman Heru Saptono mengatakan, untuk memberi bantuan dropping air bersih, pihaknya masih belum melakukannya. Sebab, saat ini masih memaksimalkan pelayanan jaringan dengan sistem pompa terlebih dahulu. “Setelah itu, tidak mencukupi, baru kita dropping,” ucapnya. Sementara itu di Bantul akibat kesulitan air bersih, sudah ada tiga wilayah yang mengajukan permohonan untuk dilakukan droppingair. Sejak Selasa (10/9) lalu, BPBD Bantul sudah melakukan dropping air di tiga wilayah. Yaitu Selopamioro dan Wukirsari di Kecamatan Imogiri dan Desa Gunting, Kecamatan Pandak. “Pandak itu dekat dengan Bantul. Tetapi Pandak sebelah selatan kan wilayahnya termasuk tinggi, kemarin mulai dropping,” ujar Kepala BPBD Bantul Dwi Daryanto, kemarin. Dropping air ini merupakan salah satu cara mengatasi warga yang kesulitan mendapatkan air bersih. Hampir tiap hari rencananya BPBD akan terus melakukan dropping air sampai dianggap warga sudah tidak kekurangan air lagi. Pihaknya juga masih menunggu permohonan warga lain yang ingin segera mendapatkan air bersih. Namun Dwi mengklaim, sebenarnya kawasan rawan kekeringan di Bantul berkurang setiap tahun. Beberapa wilayah yang masih perlu diwaspadai seperti di Dlingo, Piyungan, Imogiri, Pajangan, dan Pandak. Wilayahwilayah tersebut memang wilayah dataran tinggi. “Di Wukirsari, Selopamioro dan Sitimulyo dan beberapa Imogiri memang langganan. Setidaknya lebih dari 6.000 warga yang langganan kekurangan air bersih,” katanya. Sementara itu, Kepala Dinas Sumber Daya Air (SDA) Bantul Yulianto mengungkapkan, sampai saat ini belum ada laporan dari petani yang lahannya mengalami kekeringan. Baik lahan padi ataupun palawija masih bisa mendapatkan air, meskipun melalui beberapa sistem seperti antrean dan pompa. “Pada prinsipnya, sekarang sudah musim kemarau. Kalau ada tanaman padi yang mati karena kurang air, itu salah mereka. Sekarang musim kemarau, mengapa menanam padi? Kalau tanaman palawija kurang air, itu yang kami selidiki,” ucapnya. Yulianto mengimbau para petani untuk tidak resah karena berdasarkan keterangan BMKG, hujan sudah mulai turun pada Oktober nanti. Sehingga, kurangnya pasokan air di lahan pertanian akan segera teratasi dengan turunnya hujan. Terkait permohonan beberapa kelompok petani yang menghendaki pembuatan intek atau sudetan di sejumlah sungai besar, dia berpendapat hal tersebut sebenarnya bisa dilakukan. Namun, semuanya harus melalui kajian terlebih dahulu karena harus ditinjau dari sisi ekonomis. “Hitung-hitungan ekonomis itu juga perlu. Kalau kami bangun bendungan atau intekdi suatu tempat, berapa sawah yang mampu teraliri,” tandasnya. ridho hidayat/ erfanto linangkung Post Date : 12 September 2013 |