|
SETIAP hari sekitar 600 bus transjakarta membutuhkan 4,5 juta kaki kubik standar, setara 127,5 juta liter, bahan bakar gas untuk berlalu lalang di jalur bus khusus Jakarta. Konsumsi gas untuk bahan bakar bus akan meningkat seiring penambahan ratusan bus oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Cara termudah memenuhi kebutuhan gas adalah meminta pasokan gas fosil dari pemasok. Akibatnya, gas fosil akan makin banyak dibakar dan jadi tak ramah lingkungan. Oslo, Norwegia, sejak awal tahun ini memanfaatkan sampah dapur warga menjadi biogas. Hasil pembusukan sampah organik dimanfaatkan sebagai sumber energi. Proses pembusukan mikroba anaerob (tanpa oksigen) menghasilkan gas metana yang bersifat mudah terbakar. Zat serupa juga dihasilkan dari pengeringan lahan gambut. Dalam konteks pengurangan emisi gas rumah kaca, potensi penghangatan global (GWP) metana 30-40 kali dari karbon dioksida (CO2). Kini, setidaknya 35 bus ”tenaga sampah” dioperasikan Nettbuss melayani jurusan Lommedalen-Oslo. Jumlah bus akan ditambah hingga 135 unit. Bagi Oslo, bus bertenaga biogas bukan barang baru. Sebelumnya, lebih dari 65 bus umum menggunakan bahan bakar dari sumber energi terbarukan. Bedanya, saat itu biogas hanya dihasilkan dari instalasi pengolahan limbah domestik di Bekkelaget. Volume biogas mencapai 2,2 juta meter kubik pada kondisi normal per tahun. Upaya terobosan ini dilakukan Oslo dan kota-kota Eropa lainnya. Alasan mereka adalah berpartisipasi memerangi laju perubahan iklim. Seperti tuntutan masyarakat modern lain, pencarian sumber energi terbarukan dan berkelanjutan menjadi tantangan. Oslo bersama 350 kota di Eropa sepakat menandatangani perjanjian untuk mengurangi emisi karbon dioksida 20 persen pada tahun 2020 dan 50 persen pada tahun 2030. Pengolahan sampah dapur menjadi biogas perlu proses edukasi dan sosialisasi panjang pada warga Negeri Viking itu. Sejak tahun 2009, warga Oslo dibiasakan memilah sampah yang dihasilkan. Sampah sisa makanan dimasukkan dalam kantong hijau dan sampah plastik dimasukkan kantong biru. Sampah lain seperti kertas, logam, kayu, dan kaca masuk kantong warna lain. Oleh truk pengangkut sampah, kantong-kantong dimasukkan dalam satu bak dibawa ke instalasi pengolahan sampah di Haraldrud maupun Klemetstrud. Sampah disortir menggunakan perangkat optik. Sampah plastik dikirim ke pabrik pengolahan plastik di Jerman. Sampah sisa makanan disalurkan ke instalasi biogas di Romerike yang berkapasitas 50.000 ton sampah dapur per tahun. Kantong lain dimasukkan dalam insinerator. Kemudian sampah sisa makanan dimasukkan dalam reaktor pengolahan bersuhu 130 derajat celsius selama 25 menit untuk membunuh mikroba patogen. Proses thermal hydrolysis ini mengubah sampah padat menjadi bubur untuk memudahkan kerja mikroba pengurai. Pada reaktor penguraian, suhu optimum dijaga pada 38 derajat celsius. Setelah 24 hari, biogas yang dihasilkan 60 persen metana dan 40 persen CO2. CO2 disaring hingga didapat metana minimal 99 persen pada tekanan 30 bar dan suhu minus 160 derajat celsius. Energi serba guna Biogas di Romerike ditaksir menghasilkan 4,5 juta meter kubik pada kondisi normal per tahun. Biogas ini lantas didistribusikan ke stasiun-stasiun pengisian bahan bakar gas bus. Instalasi Romerike baru beroperasi awal Januari 2013. Selain biogas, residu pembusukan 90.000 meter kubik zat padat maupun cair bisa dipakai sebagai pupuk organik. Oslo membutuhkan waktu empat tahun agar warga memilah sampah. Selama proses edukasi, sampah warga Oslo sekitar 410.000 ton per tahun dibakar dalam insinerator pada 400 derajat celsius. Energi yang dihasilkan hampir 1.000 gigawatt per jam (GWh). Sebanyak 840 GWh digunakan untuk memanaskan air yang didistribusikan jaringan Hafslund melalui pipa ke rumah tangga sejauh 13,6 kilometer. Sampai kini energi pembakaran sampah di luar untuk biogas digunakan untuk pemanas air. Hal ini diklaim menghemat 50 juta liter bahan bakar minyak di Oslo per tahun. Jaringan pipa mencapai daerah Oppsal, Manglerud, Ammerud, Sagene/Torshov, Forgner/Majorstua, dan Ensjø. Perluasan jaringan terus dilakukan. Hal ini bermanfaat bagi warga untuk melawan dingin yang bisa sampai minus 10 derajat celsius. Energi dari sampah juga dimanfaatkan untuk pembangkit listrik tenaga uap sebesar 160 GWh. Ini setara dengan kebutuhan 84.000 rumah tangga. Namun, listrik dijual ke sekolah-sekolah. ”Kebijakan ini penting agar anak-anak dan pengajar menyadari bahwa listrik di sekolah berasal dari sampah. Ini akan mendorong mereka untuk mendukung praktik ramah lingkungan,” kata Jannicke Gerner Bjerkås, Direktur Komunikasi Badan Konversi Sampah Jadi Energi (EGE) di Oslo. EGE mengoperasikan instalasi pengolahan sampah di Haraldrud, Klemetstrud, dan Romerike. Bahan bakar perangsang pembakaran insinerator bersumber dari gas metana hasil tempat penimbunan sampah Grønmo. Panas pembakaran metana dan sampah dimanfaatkan untuk menciptakan uap air yang menggerakkan turbin pembangkit listrik. Proses ini hampir serupa dengan pembangkit listrik tenaga sampah berkekuatan 12,5 megawatt yang dibangun di Bantargebang, Bekasi. Di Bantargerbang baru memanfaatkan 2.000 ton dari total 5.300 ton sampah yang masuk per hari. Data Kementerian Lingkungan Hidup 2009, timbunan sampah di Jakarta 7.200 ton. Sekitar 60 persen merupakan sampah organik yang potensial diubah menjadi biogas. Ichwan Susanto Post Date : 22 November 2013 |