|
Palangkaraya, Kompas - Puluhan rumah di Kelurahan Palangka, Kecamatan Jekan Raya, Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah, sudah sepekan terendam banjir. Air bah merendam rumah yang terletak di Jalan Arut dan Jalan Mendawai Induk dengan kedalaman sekitar 30 sentimeter. Banjir di Jalan Arut, misalnya, melanda sekitar 40 rumah. Hingga Minggu (24/2), setelah sepekan lalu dilanda banjir, air belum juga surut. Air bah dipakai sejumlah anak untuk bermain. Kedalaman banjir di daerah ini ada yang mencapai 1 meter. Sampah pun berserakan. Seorang anggota TNI dan tujuh staf Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kalteng bersiaga di kawasan itu. Posko didirikan di Jalan Arut, dilengkapi dengan dua perahu karet. Zaki (24), warga, mengatakan, banjir terjadi sejak seminggu lalu akibat luapan Sungai Kahayan. Ia memperkirakan, jika tak ada hujan lagi, air baru surut Rabu. Di Jalan Mendawai Induk, kedalaman banjir paling tidak 30 cm. Air bah pun dipakai anak-anak untuk bermain. Warga Jalan Mendawai Induk, Rasyid Isa (66), menuturkan, sebenarnya banjir sudah terjadi sejak 10 hari lalu. Ia khawatir, jika hujan tak berhenti, permukaan air akan lebih tinggi lagi. ”Sekarang sudah puluhan rumah di Jalan Mendawai Induk terendam karena Sungai Kahayan meluap,” tuturnya. Degradasi lingkungan Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Selatan Dwitho Frasetiandy, di Banjarmasin, Minggu, mengingatkan, banjir yang kian intensif di Kalsel, juga daerah lain di Kalimantan, tak terlepas dari persoalan degradasi lingkungan. Selain itu, lahan untuk reservasi (tutupan) pun berkurang. Luas hutan lindung di Kalsel, ujarnya, kini hanya 460.388 hektar dari 1,7 juta hektar kawasan hutan secara keseluruhan. Sisanya banyak yang berubah fungsi untuk hutan produksi, perkebunan, permukiman, dan lainnya. Padahal, tutupan lahan penting untuk menjaga daerah tangkapan air. ”Catatan kami musim hujan tahun 2011-2012 ada 24 kali peristiwa banjir kategori besar di Kalsel, belum yang kecil,” ujarnya. (WER/BAY/GRE) Post Date : 25 Februari 2013 |