|
Meski terbilang sebagai negara paling sukses di zona euro, Jerman rupanya sempat terlilit pula suatu masalah. Uniknya, problem yang dihadapi negara dengan ibu kota Berlin itu adalah sampah. Pemerintah setempat sempat dibuat pusing dengan adanya gunungan sampah di sejumlah tempat.
Permasalahan sampah itu tentu harus segera ditangani. Pasalnya, jika tidak, akan menimbulkan persoalan lain yang lebih kompleks, bukan saja terkait kebersihan lingkungan, tetapi juga problem sosial. Dari beberapa solusi yang tersedia, Pemerintah Jerman memilih sistem daur ulang. Sebenarnya, sistem daur ulang sampah di negeri yang terkenal dengan penguasaan ilmu dan teknologi maju di berbagai bidang itu telah berjalan lebih dari 20 tahun.
Karena itu, tidak heran jika saat ini, 14 persen dari bahan mentah yang digunakan industri-industri di Jerman berasal dari sampah hasil daur ulang. Terkait aturan pengelolaan sampah di Jerman, Andreas Jaron, dari Kementerian Lingkungan Hidup Jerman menjelaskan sebenarnya persyaratan hukum pengelolaan sampah di seluruh negara bagian, sama, yakni berada di bawah undang- undang federal. Meski demikian, masing-masing kota di Jerman yang jumlahnya mencapai 402 kota, memiliki aturan sendiri mengenai bagaimana rumah tangga dan perusahaan harus menggunakan infrastruktur kota dan bertanggung jawab atas sampah yang dihasilkan.
Salah satu contoh peraturan yang diterapkan ialah larangan penimbunan limbah biodegradable atau recycable. Adapula aturan yang mengimbau masyarakat untuk melakukan pemisahan limbah yang dihasilkan dari rumah tangga. Di Jerman, sampah kering dan sampah basah memang telah terbiasa dipisahkan.
Di rumah tangga, misalnya, pemisahan sampah bukan hanya berdasarkan sampah kering dan basah, tetapi juga berdasarkan jenisjenis sampah yang dihasilkan, seperti bio-limbah, kertas, kemasan, kaca, limbah besar, limbah berbahaya, tekstil, peralatan elektronik, dan binresidu. Sementara itu, dalam industri perdagangan dan pertambangan, pemisahan limbah juga dilakukan agar hasil pengolahan sampah bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku sekunder.
Perilaku masyarakat Jerman yang terbiasa membuang sampah berdasarkan jenisnya itu, diakui pula oleh Norma Hermawan, mahasiswa asal Indonesia yang baru menyelesaikan studi master di Hochschule Darmstadt, Darmstadt, Jerman.
Berdasarkan pengalamannya, Norma mengamati masyarakat Jerman cukup disiplin dalam membuang sampah. Selain dibuang pada tempatnya, sampah juga dipisahkan berdasarkan sampah basah dan sampah kering. Tidak hanya itu, masyarakat Jerman juga terbiasa memisahkan sampah dari jenisnya, mulai dari sampah plastik, kertas, biomull atau sampah yang membusuk, dan restmull (sampah yang tidak bisa didaur ulang).
"Di sejumlah tempat, tersedia pula tempat sampah untuk botol atau gelas bekas yang dipisahkan berdasarkan warnanya. Bahkan, ada pula tempat sampah khusus untuk membuang pakaian bekas," ujar dia. Norma menambahkan, sepekan sekali, petugas kebersihan sampah datang ke rumah-rumah penduduk untuk mengambil sampah rumah tangga. Istimewanya, para petugas kebersihan tersebut adalah pegawai pemerintahan yang bekerja secara profesional.
Ketika menjalankan tugas, mereka mengenakan seragam sembari membawa peralatan kebersihan lengkap. Kedisiplinan masyarakat dalam menjaga kebersihan juga begitu terasa dalam kehidupan sehari-hari. Norma memberi contoh, di tempat tinggalnya yang merupakan apartemen bersama, para penghuninya selalu berupaya menjaga kebersihan dapur.
"Dapur yang digunakan untuk memasak bersama harus selalu bersih, tidak boleh ada piring atau gelas kotor yang tertinggal di wastafel. Begitu juga dengan kompor listrik. Bahkan, percikan minyak pun harus dilap sampai benar-benar bersih. Hal itu telah menjadi peraturan bersama yang disepakati oleh seluruh penghuni apartemen," tutur Norma.
Masyarakat Bertanggung Jawab
Menurut Jaron, kesadaran masyarakat Jerman yang cukup tinggi dalam membuang sampah tidak terlepas dari penanaman rasa tanggung jawab atas sampah yang mereka hasilkan. Hal tersebut memang terus dikampanyekan pemerintah, terutama Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) Jerman yang berada di Kota Bonn. Secara rutin, KLH Jerman mengedukasi masyarakat tentang manfaat sampah jika dikelola dengan tepat.
Pihak KLH Jerman dengan menggandeng sejumlah ilmuwan meluangkan waktu untuk berdiskusi mengenai alat atau teknologi baru dalam mengatasi masalah sampah atau cara baru mendaur ulang sampah. Jaron memaparkan selama ini pengelolaan sampah di Jerman dilakukan pemerintah kota dan perusahaan swasta. Sementara itu, dalam mengendalikan pelaksanaan undang-undang sampah terdapat beberapa tingkatan administrasi.
"Dengan sistem pengelolaan sampah yang selama ini berjalan, pemanfaatan sampah daur ulang di negaranya boleh dibilang berjalan mulus. Sebagai buktinya, 78 persen sampah kota dapat didaur ulang, termasuk menjadi energi. Jika dirata-ratakan, 71 persen sampah di Jerman kini sudah berhasil didaur ulang," papar Jaron melalui surat elektronik. Terkait pengelolaan sampah organik, Jaron menjelaskan perlakuannya memang lebih khusus.
Pasalnya, untuk mengelola sampah organik diperlukan sebuah thermal dan tata cara teknis secara biologi. Pada umumnya, sampah dari makhluk hidup itu akan diolah hingga hasil akhirnya berupa pupuk. Untuk mendukung kelancaran penerapan sistem pengelolaan sampah organik, Pemerintah Jerman menyediakan 70 municipal waste incinerators yang beroperasi di seluruh daerah di Jerman.
Dari hal tersebut bisa dikatakan bahwa pengelolaan sampah dengan sistem daur ulang terus membaik karena mendapat support penuh dari pemerintah, salah satunya dalam bentuk pemberian fasilitas serta infrastruktur pendukung. Bentuk dukungan lain dari pemerintah adalah meningkatkan kualitas sistem daur ulang sampah. Ke depan, KLH Jerman berencana memperluas laju daur ulang sampah, salah satunya untuk logam bio-limbah sambil tetap menjaga efi siensi pendanaannya. Pemerintah juga berkomitmen untuk membuat lebih banyak lagi wadah-wadah pemisahan sampah yang wajib dilakukan masyarakat dan perusahaan. suci sekarwati
Post Date : 03 April 2013 |