Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo didesakagar swastanisasi sistem
pengelolaan sampah dihapuskan. Ia menilai hal tersebut hanya menghamburkan
anggaran, dan memilih pengelolaan sampah dengan sistem padat karya.
"Pengelolaan
sampah melalui swastanisasi sampah yang diterapkan di 44 kecamatan se Jakarta,
menimbulkan inefisiensi dan mengeluarkan anggaran yang cukup besar," ujar
Ketua Pusat Pengkajian Jakarta (PPJ) M Taufik, di Jakarta, Kamis (11/7/2013).
Taufik
menjelaskan, anggaran belanja Dinas Kebersihan DKI Jakarta 2013 untuk
swastanisasi sampah di 5 wilayah dan 44 kecamatan sebesar Rp 327 miliar. Dengan
perincian Jakarta Pusat Rp 58 milyar, Jakarta Utara Rp 55 milyar, Jakarta Barat
Rp 69 milyar, Jakarta Selatan Rp 71 milyar dan Jakarta Timur Rp 71 milyar.
"Belum
lagi dengan otoritas pengelolaan sampah kecamatan yang dimiliki untuk kawasan
komersial seperti restoran, merak pun memungut biaya angkut, yang tidak masuk
ke kas pendapatan Pemda," katanya.
Tak
cuma itu, menurutnya swastanisasi dalam pengelolaan sampah di Jakarta, juga
menyebabkan kartel sampah serta melemahkan kemampuan internal Dinas Kebersihan
DKI Jakarta dalam mengelola sampah.
Untuk
itu, dirinya meminta Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo untuk menerapkan sistem
pengelolaan sampah dengan model padat karya yang melibatkan masyarakat
setempat. Dengan padat karya, lanjut Taufik sebanyak 5 ribu hingga 10 ribu
tenaga kerja dapat terserap.
Dijelaskannya,
pengelolaan sampah dengan sistem padat karya, dilakukan mulai dari penyapuan,
pengumpulan di tingkat RW, hingga pengangkutan ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
Bantargebang memakan biaya yang sangat tinggi. "Dengan begitu berapa
anggaran yang dapat di hemat ?" tandasnya.
Post Date : 12 Juli 2013
|