Walhi: Banyak Sungai di Medan Berwarna Hitam

Sumber:Kompas.com - 20 Maret 2013
Kategori:Lingkungan
Masalah air yang dialami berbagai kota dan kabupaten di Provinsi Sumatera Utara (Sumut) belum mendorong ataupun meningkatkan kesadaran serta kepedulian bersama terutama pemerintah dan dunia usaha dalam memanfaatkan dan melestarikan sumber daya air secara berkelanjutan.

"Pengelolaan sumber daya air seperti cara lama, dilakukan sendiri-sendiri atau secara terbatas oleh instansi-instansi pemerintah dan para ahli bidang air. Ini sudah tidak efektif mengatasi permasalahan," kata Kusnadi, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumut, Rabu (20/3/2013).

Menurut dia, pengalaman menunjukkan pengelolaan sumber daya air yang berkelanjutan tidak mungkin dapat diselesaikan Pemerintah sendiri. Para pemangku kepentingan lain perlu diajak untuk berperan aktif sehingga ungkapan "water is everybody's business" (air merupakan urusan semua orang) benar adanya.

Walhi Sumut menilai Pemerintah Indonesia khususnya Provinsi Sumut belum bersungguh-sungguh menjalankan sepenuhnya pesan The Dublin Principles. Pemerintah baru sebatas membentuk bangunan formal seperti adanya dewan sumber daya air di tingkat nasional dan provinsi. Isi bangunan tersebut (kerja-kerja pemerintah untuk menyelamatkan sumber daya air) tidak sepadan dengan kerusakan yang terjadi.

"Bukti konkretnya adalah air yang mengalir di sungai yang melintasi kota dan kabupaten sebagian besar masih berwarna seperti kopi susu, bahkan hitam. Artinya ada kerusakan dan pencemaran di bagian-bagian sungai atau DAS. Dalam konteks Kota Medan, pemerintah harus hati-hati dan cermat melakukan pengelolaan pengendalian daya rusak air mengingat topografi Medan hampir seperti dengan Jakarta. Menjadi sasaran banjir kiriman. Pemerintah harus perbanyak melakukan kerja-kerja konservasi sumber daya air," tegas Kusnadi.

Pada kesempatan itu, Kusnadi meminta Gubernur Sumut terpilih untuk segera berkonsolidasi dengan bupati dan wali kota dalam mengatasi hancurnya sebagian besar wilayah DAS di Sumut. Dengan memanggil seluruh walikota dan bupati yang daerahnya dilintasi sungai maka para kepala daerah tersebut akan paham pentingnya menjaga DAS hulu dan hilir sungai bagi semua.

"Awasi dan libatkan organisasi masyarakat sipil serta masyarakat dalam pelaksanaan. Tertibkan sepadan sungai di hulu dan tengah yang dihajar ekspansi perkebunan. Di samping penegakan hukum tentunya di butuhkan komitmen dan konsistensi pemerintah provinsi dalam menjalankan upaya penyelamatan DAS. Keberadaan PDAM sebagai BUMD provinsi sangat strategis, positif dan relevan jika di pakai sebagi triger kegiatan konservasi SDA di sepanjang DAS sebab PDAM mengunakan bahan baku air sungai," papar dia.

Masyarakat diminta untuk membiasakan diri untuk menghemat air, menggunakan air bekas untuk kegiatan lain, membuat treatment alami (biofiltrasi), membuat bak penangkap lemak, menjaga sumber-sumber air, membuat lubang resapan (biopori), memanfaatkan potensi air hujan untuk kegiatan keseharian atau dunia usaha. Serta upaya-upaya pencerdasan lain yang dapat dilakukan dalam rangka memperlakukan air dengan bijaksana.

Tindakan ini juga sebagai bentuk partisipasi aktif atas peringatan Hari Air sebagai wahana untuk memperbarui tekad melaksanakan Agenda 21 yang dicetuskan pada 1992 dalam United Nations Conference on Environment and Development (UNCED) yang diselenggarakan di Rio de Janeiro, atau secara populer disebut Earth Summit.

Kemudian, pada sidang umum PBB ke-47 pada 22 Desember 1992 melalui Resolusi Nomor 147/1993, usulan Agenda 21 diterima dan sekaligus ditetapkan pelaksanaan Hari Air Dunia pada setiap 22 Maret dan mulai diperingati sejak 1993 oleh para anggota PBB yang meratifikasi Agenda 21 tersebut.

Selain secara tegas menyetujui dan mengadopsi The Dublin Principles kedalam Agenda 21, Chapter 18 menyatakan bahwa "sumber daya air perlu dilindungi dengan mempertimbangkan fungsinya dalam ekosistem akuatik maupun peranannya sebagai sumber air, dalam rangka memenuhi dan mempertemukan antara pasokan dan kebutuhan akan air untuk kegiatan manusia".

"Selanjutnya adalah diterimanya "the ecosystem approach" atau "pendekatan ekosistem" sebagai pendekatan yang rasional dan ilmiah dalam pengembangan sumber daya air kita," pungkas Kusnadi.


Post Date : 21 Maret 2013