|
PALU, KOMPAS — Sungai Palu di Kota Palu, Sulawesi Tengah, yang meluap akibat hujan deras di daerah hulu lima hari lalu mengangkut berbagai jenis sampah. Sampah tersebut hingga Minggu (25/5) masih berserakan di pesisir Teluk Palu. Jika hal ini dibiarkan, dikhawatirkan akan mempercepat kerusakan ekosistem laut tersebut. Berdasarkan pantauan Kompas, sampah berupa potongan kayu serta berbagai jenis plastik dan botol kemasan tersebar hampir sepanjang 1 kilometer di pesisir kiri dan kanan dari muara sungai. Sebaran sampah itu berada di wilayah Kelurahan Lere, Kecamatan Palu Barat, dan Keurahan Talise, Kecamatan Mantikolore. Bahkan, sebagian sampah mengapung di laut. Keberadaan sampah-sampah tersebut membuat warna air laut yang keruh kecoklatan di daerah muara meluas. Kalau pada hari biasa air keruh hanya sekitar 100 meter dari muara, dalam lima hari terakhir sekitar 2 kilometer dari muara. Volume sampah tersebut hanya berbeda sedikit dengan kondisi pada Rabu, sehari setelah Sungai Palu meluap. Sampah berkurang karena warga mengambil sebagian potongan kayu untuk dijadikan kayu bakar. Warga juga mengumpulkan plastik dan botol untuk dijual. ”Selama saya mengambil barang-barang di sini lima hari terakhir, tidak ada satu kelompok pun datang membersihkan atau mengangkut sampah. Paling-paling kami yang mengambil barang bekas,” ujar Irshad (40), warga yang mengumpulkan botol bekas, Minggu. Ketika dihubungi, Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Palu Sumardi Amdal mengatakan, pihaknya akan berkoordinasi dengan kedua lurah di wilayah penyebaran sampah tersebut. ”Paling lambat besok (Senin) harus sudah mulai ditangani. Menurut rencana, akan melibatkan warga dengan membayar per hari,” kata dia. Sumardi mengatakan, penanganan sampah sudah masuk dalam agenda begitu Sungai Palu meluap pada Selasa. Realisasinya sedikit terkendala karena adanya peresmian instalasi biogas di Tempat Pembuangan Akhir Kawatuna, Mantikulore, Jumat. Kepala Bidang Pengendalian dan Pencegahan Dampak Lingkungan Badan Lingkungan Hidup Kota Palu Akhdary Supu mengatakan, masalah sampah tersebut sejatinya menjadi tanggung jawab semua warga kota. ”Kita berbicara dalam konteks penyelamatan ekosistem. Semua orang secara sukarela semestinya mengambil peran. Namun demikian, tetap ada satu perangkat kedinasan yang bertanggung jawab penuh untuk menangani,” ujar dia. Menurut Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Sulteng Ahmad Pelor, masalah sampah setelah banjir merupakan masalah klasik. Pemerintah selalu lamban menangani sampah. Padahal, keberadaan sampah hampir selalu dapat diprediksi begitu hujan lebat mengguyur. ”Terlepas dari masalah yang ada di hulu sungai, masalah sampah tersebut menunjukkan buruknya penanganan sampah di Kota Palu. Kita juga melihat, di sudut-sudut kota, sampah berserakan di mana-mana. Sampah yang tidak tertangani di laut akan mempercepat kerusakan ekosistem,” ujar Ahmad. Sampah-sampah tersebut juga akan memperparah sedimentasi di Teluk Palu. Berdasarkan data Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulteng, tahun 2010 laju sedimentasi Teluk Palu mencapai 4 juta kubik per tahun. Sedimen itu berupa lumpur, pasir, dan sampah. (VDL) Post Date : 26 Mei 2014 |