|
KEDIRI - Delapan kecamatan di Kabupaten Kediri dinyatakan rawan banjir dan longsor. Sebagian di antaranya berada di daerah pegunungan dan tepi sungai. Masing-masing adalah Kecamatan Mojo, Semen, Tarokan, Ngancar, Kras, Ngadiluwih, Papar, dan Purwoasri. Menurut Plt Kabag Humas Pemkab Sigit Rahardjo, di Kecamatan Mojo, desa yang paling sering dilanda longsor adalah Blimbing dan Pamongan. Sementara, di Kecamatan Semen adalah Desa Selopanggung, di Kecamatan Tarokan Desa Magersari, dan di Kecamatan Ngancar Desa Sugihwaras. "Kami sudah meminta pemerintahan desa setempat untuk mengambil langkah antisipatif sedini mungkin," ujarnya mendampingi Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat (Bakesbanglinmas) Kabupaten Kediri Ruslan Effendi. Sigit berharap, masyarakat yang tinggal di sekitar Sungai Termas Baru yang melintas di Kecamatan Kras untuk waspada. Begitu pula di sekitar aliran Sungai Bendo Krosok, Kecamatan Banyakan. Sebab, wilayah ini selalu menjadi langganan banjir setiap kali musim hujan. Warga, lanjutnya, harus siap melakukan evakuasi sewaktu-waktu turun hujan deras. "Kami sudah menyiapkan material untuk mencegah banjir seperti dolken, bronjong kawat, karung, dan tas kresek. Setiap saat juga berkoordinasi dengan tim satkorlak di kecamatan," tandasnya. Sementara itu, Wali Kota Kediri A. Maschut kemarin meninjau bekas-bekas banjir bandang di sekitar Perumahan Wilis Indah II, Kelurahan Pojok, Kecamatan Mojoroto. Selain melihat tanggul sungai yang jebol, dia juga sempat berdialog dengan warga asli yang tinggal di sekitar perumahan. Saat itulah, Maschut disambati. "Anak-anak ini tidak bisa sekolah, Pak. Pakaian seragamnya habis terkena banjir, sepatu juga hanyut. Buku-buku semuanya basah," ujar Joko, 35, sambil menunjukkan dua anak tetangganya, Ninda, 12, dan Rinda, 10. Keduanya adalah murid kelas enam dan kelas empat SDN Sukorame I. Buku pelajaran mereka memang tampak sedang dijemur di jalanan. Kepada Maschut, Ninda yang tinggal di belakang rumah Joko ini mengaku sudah tidak masuk sekolah sejak Sabtu. Dia belum tahu kapan bisa belajar lagi bersama teman-temannya. Sebab, sudah tidak mempunyai peralatan sekolah lagi. Maklum, orang tuanya hanya bekerja sebagai pemecah batu. "Kalau anak saya masih bisa berangkat sekolah, tapi pakai sandal jepit. Lha bagaimana lagi, wong sepatunya ikut hanyut terbawa banjir," tambah Joko. Mendengar keluhan ini, Maschut langsung memberikan bantuan uang Rp 750 ribu untuk dibagikan kepada warga yang anaknya tidak bisa sekolah. "Untuk beli seragam dan buku. Jangan buat beli macam-macam lo ya, biar bisa sekolah lagi," katanya sembari menambahkan akan berkoordinasi dengan dinas sosial untuk menanganinya. Wali kota dua periode ini juga meminta agar segera dibuat tanggul darurat dari karung pasir untuk menutup tanggul sungai yang jebol. Sehingga, jika hujan deras turun lagi, airnya tidak sampai meluap ke perumahan. Selain itu, Camat Mojoroto Mandung Sulaksmono diperintahkan untuk segera melakukan fogging di sekitar lokasi banjir. Sebab, dikhawatirkan, banjir yang terjadi Jumat sore lalu akan membawa penyakit seperti demam berdarah, malaria, maupun diare. "Biar nyamuknya cepat mati," tandas Maschut yang kemarin juga didampingi oleh Plt Kepala Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Budi Siswantoro. (dea/im) Post Date : 20 Desember 2005 |