Olah Sampah Jadi Uang, Bantu Siswa Tak Mampu

Sumber:harianrakyatbengkulu.com - 27 Sept 2014
Kategori:Sampah Luar Jakarta

Sampah tak selamanya jadi barang tak berguna. Jika dikelola dengan baik, sampah justru bisa menghasilkan uang. Pengelolaan sampah inilah kini yang dijalankan SMPN 24 Kota Bengkulu. Menariknya dana yang terkumpul dari pengelolaan sampah ini justru dialokasikan untuk membantu siswa yang tidak mampu secara ekonomi. Pengelolaan sampah ini masuk dalam program bank sampah.

TAK banyak fasilitas mewah sekolah yang berada di Jl Terminal Regional Kelurahan Pekan Sabtu Kecamatan Selebar Kota Bengkulu ini. Maklum saja sekolah ini memang masih dalam tahap pengembangan. Namun yang patut diapresiasi yakni program unggulan di sekolah ini, yakni bank sampah.

Mungkin bagi sebagian orang bank sampah masih terdengar asing. Bank sampah tentu tak sama seperti bank pada umumnya. Tapi pada dasarnya prinsip bank sampah sama seperti bank pada umumnya, yakni mengelola uang. Lalu bagaimana sampah itu bisa menjadi uang?

Kepala SMPN 24 Kota Bengkulu Suharto, S.Pd menjelaskan pada bank umumnya, uang berasal dari para nasabah, pada bank sampah uang justru berasal dari sampah yang ada di lingkungan sekolah. “Sumber uang didapat dari sampah. Sehingga dinamakan bank sampah. Semakin banyak sampah, artinya semakin banyak uang yang bisa dikelola,” jelasnya.

Setiap hari siswa mengumpulkan sampah di lingkungan sekolah. Sampah berupa botol, gelas atau kotak minuman kemasan, kertas dan sampah lainnya dikumpulkan. Sampah tersebut kemudian dipilah kembali. Sampah-sampah tersebut ditimbang. Lalu dijual pada pengumpul. “Uang yang didapat dari hasil penjualan itulah yang dikelola,” tambahnya.

Dibentuknya bank sampah ini dengan tujuan untuk menanamkan karakter peduli lingkungan pada diri siswa. Mengajak siswa memanfaatkan sampah. “Sampah yang tadinya tidak bernilai, jika diolah bisa mendatangkan uang,” lanjut Suharto.

Pantauan Rakyat Bengkulu (RB), di setiap ruangan disediakan 2 kotak sampah, terdiri dari kotak sampah organik dan anorganik. Disediakannya 2 kotak sampah ini tentu akan mempermudah para siswa memilah sampah yang akan diolah. “Sampah organik dan anorganik dipilah,” katanya.

Sampah organik diolah kembali untuk dijadikan pupuk kompos. Sedangkan sampah anorganik dipilah lagi berdasarkan jenisnya. Misalnya kertas dijadikan satu dengan sampah kertas lainnya, botol plastik dipisahkan dengan bungkus kemasan makanan ringan.

“Tidak semua sampah anorganik bisa dijual. Seperti sampah bungkus keripik tidak bisa dijual. Sampah yang tidak bisa diolah akan dibakar. Sampah yang masih bisa diolah dimanfaatkan untuk membuat kerajinan tangan. Sampah yang tidak diolah dijual pada pengumpul,” beber Suharto.

Hasil penjualan sampah tersebut dikumpulkan di bank sampah. Uang hasil penjualan dimasukkan ke rekening bank atas nama perwakilan siswa atau OSIS. “Uang tersebut didistribusikan pada siswa yang tidak mampu. Mereka diberi insentif dari hasil penjualan sampah tersebut,” terangnya.

Dampaknya, selain menghasilkan uang, sekolah pun kini terbebas dari sampah. “Semua dilakukan siswa. Selain itu kami juga ada kegiatan penghijauan. Tujuannya supaya sekolah hijau, sejuk, dan asri. Sehingga sekolah menjadi lebih indah,” ujarnya.(**)



Post Date : 29 September 2014