|
Jakarta, Kompas - Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengancam membawa persoalan pengelolaan air bersih ke arbitrase internasional. Basuki juga akan mengambil alih pengelolaan jika operator PT Palyja tidak segera menuntaskan proses renegosiasi kontrak kerja sama. ”Dua opsi itu memang tidak enak, tetapi kami bisa melakukan itu. Saya ingatkan kepada mereka, sebelum menjual saham Suez Environment ke perusahaan lain, renegosiasi harus sudah beres,” kata Basuki di Balaikota Jakarta, Jumat (19/4), seusai bertemu dengan delegasi Suez Environment. Suez Environment merupakan pemilik saham 51 persen dari total saham Palyja, operator air bersih di Jakarta. Delegasi Suez Environment datang menjelaskan rencana penjualan sahamnya kepada perusahaan yang berkantor di Manila, Filipina. Basuki menyampaikan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak mungkin menyetujui penjualan saham Palyja jika renegosiasi belum tuntas. Sementara renegosiasi dengan operator PT Aetra sudah selesai dilakukan dengan PD PAM Jaya. ”Kalau dia (Palyja) tidak mau seperti itu, ya, kita tak usah ada negosiasi,” katanya. Seusai pertemuan itu, perwakilan delegasi Suez Environment, Bernard, enggan memberikan komentar. ”Soal pertemuan tadi, lebih baik jangan saya yang menyampaikan. Ada orang yang khusus menyampaikan kepada media,” kata Bernard. Meyritha Maryanie, Corporate Communications and Social Responsibilities Head PT Palyja, mengatakan, kunjungan Suez Environment tidak ada hubungannya dengan operasional Palyja. Menurut dia, proses renegosiasi dengan PD PAM Jaya terus berlangsung. Kedua pihak terus berdiskusi dan membahas mengenai kontrak kerja sama dengan PAM Jaya. ”Kami belum dapat memastikan kapan akan selesai dan kami berharap dapat secepatnya diselesaikan,” kata Meyritha. Mengenai ancaman pengambil alihan, Meyritha tidak ingin merespons hal itu. Persoalan tersebut menjadi kewenangan dua pihak yang kini menjadi pemilik saham Palyja, yaitu Suez Environment (51 persen) dan PT Astratel Nusantara (49 persen). Dua hal berbeda Asisten Perekonomian dan Administrasi Provinsi DKI Jakarta Hasan Basri mengatakan, renegosiasi dan penjualan saham merupakan dua hal yang berbeda. Namun, Pemprov DKI Jakarta ingin renegosiasi kontrak kerja sama dapat diselesaikan secepatnya sebelum penjualan saham. ”Tujuannya agar ada kepastian mengenai kontrak sehingga tidak merugikan masyarakat,” kata Hasan Basri. Muhammad Reza, Koordinator Nasional Koalisi Rakyat untuk Hak atas Air, ketika dihubungi Kompas, berpendapat, langkah penjualan aset PT Palyja kepada pihak asing melanggar Revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. ”Dalam undang-undang tersebut ditekankan bahwa air adalah barang publik dan harus diatur dalam domain hukum publik, bukanlah secara komersial,” ujarnya. Reza berpendapat, penjualan saham itu menghina kewibawaan Pemprov DKI Jakarta karena seharusnya bisa diambil alih. Penjualan aset Palyja harus mendapatkan persetujuan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo. ”Namun, operator seperti tidak mengindahkan hal itu. Mereka bergerak sendiri dan ingin langsung menandatangani nota kesepahaman di bursa saham Manila. Apabila Pemprov DKI Jakarta mengizinkannya, langkah itu sebuah tindakan yang ceroboh dan tidak bertanggung jawab terhadap aset warga Jakarta,” kata Reza. (NDY/K06) Post Date : 20 April 2013 |