|
Bermodalkan keinginan kuat untuk turut mengatasi permasalahan sampah Ibu Kota, Irene Holle mengolah sampah menjadi pupuk kompos. Lewat PT Recycle Indonesia Utama Mandiri (Recyclindo), ia berhasil meraih omzet hingga Rp 70 juta per bulan sekaligus mengurangi 20 meter kubik sampah di Jakarta per harinya.
Sampah sudah menjadi musuh bagi manusia. Hampir di setiap kota besar di dunia, sampah selalu menjadi masalah yang sangat mengganggu. Jika tidak diolah dengan baik, sampah bisa menjadi sumber penyakit, menimbulkan aroma yang tidak sedap hingga bisa mengakibatkan banjir.
Tak terkecuali di Jakarta. Padatnya penduduk kota serta sistem pengolahan sampah yang masih semrawut membuat masalah sampah tak kunjung dapat diselesaikan.
Meski sudah banyak orang yang memahami bahwa sampah bisa diolah menjadi barang-barang berguna, tak banyak orang yang bersedia melakukan aksi nyata. Dari jumlah yang minoritas itu, salah satunya adalah Irene Holle. Wanita berusia 36 tahun yang tinggal di Pondok Cabe, Tangerang Selatan, ini merupakan salah satu pengusaha yang bergerak di bidang pengolahan sampah menjadi pupuk kompos dan pakan ternak. Lewat PT Recycle Indonesia Utama Mandiri (Recyclindo), ia mampu mengangkut hingga 20 meter kubik sampah dari hotel, mal, rumah makan dan perkantoran di sekitar Jakarta Selatan. Dari sampah yang kemudian diolah menjadi pupuk, Irene mampu menghasilkan sekitar 500 kilogram (kg) pupuk kompos. Dari usaha ini, ia bisa memperoleh omzet hingga Rp 70 juta per bulannya. Saat ini, Irene bahkan mampu menggaji sekitar 15 karyawan yang bekerja di dua pabrik komposnya yakni di Parung dan Bogor. Adapun kantor sekaligus gudang ada di Cinangka, Depok. Dengan segala jerih payahnya ini, Irene juga terpilih sebagai pemenang kategori khusus Green Entrepreneur, Lomba Wanita Wirausaha BNI-Femina periode 2010-2011. Ajang ini merupakan penghargaan bagi wanita wirausaha berusia maksimal 40 tahun. Kriteria pemenang adalah perempuan yang mampu menghasilkan usaha yang original, mampu mengembangkan pemasaran, punya kapasitas produksi yang besar hingga punya kepedulian sosial dan lingkungan sekitarnya. Memulai usaha pengolahan sampah menjadi kompos sejak tahun 2003, Irene awalnya bertekad ikut mengatasi masalah sampah yang menggangu Jakarta. Meski tidak memiliki latar belakang pendidikan atau pengalaman sama sekali di bidang sampah, Irene terus mencoba menggeluti bisnis ini. "Saya cuma punya keyakinan, usaha apa pun asal digeluti serius pasti membuahkan berhasil," ujar lulusan Sekolah Tinggi Manajemen Transportasi (STMT) Trisakti ini. Irene mulai tertarik mengolah sampah sejak tahun 2002. Saat itu, ia mencari informasi yang berhubungan dengan sampah dari berbagai literatur media cetak hingga internet. Tak segan, ia pun datang ke Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi BPPT dan Dinas Kebersihan DKI Jakarta untuk belajar mengolah sampah. "Belajar di lapangan pasti berbeda dengan kalau cuma belajar membaca literatur," ujarnya. Ia juga menemui para pemulung untuk mengajari mereka memilah-milah jenis sampah yang bisa dijual, yang bisa diolah atau disebut sampah organik serta sampah non-organik. Saking aktifnya mencari tahu cara mengolah sampah, Irene juga berkesempatan untuk melihat bagaimana penerapan pengolahan sampah di Singapura. Di sana, Irene mendapat banyak pelajaran yang berguna berkenaan dengan keinginannya untuk berbisnis pengolahan sampah. "Yang juga hebat, warga Singapura sangat disiplin memilah sampah," ujarnya. Di sepanjang jalan yang ia temui di Singapura, keranjang-keranjang sampah juga sudah ada dua varian sampah sekaligus, organik dan nonorganik. Hal ini tentu berbeda dengan kondisi di Jakarta yang masyarakatnya belum punya kedisiplinan seperti warga Negeri Merlion itu. "Padahal kalau diolah dengan benar bisa menghasilkan uang dan lingkungan jadi bersih," tandasnya. Setelah merasa punya ilmu, dengan dukungan keluarga, Irene mendirikan Recyclindo dengan modal Rp 200 juta yang diambil dari tabungannya sendiri. Post Date : 14 Oktober 2014 |