|
Masalah kebersihan
terutama sampah memang menjadi persoalan serius di berbagai wilayah di
tanah air ini terutama di provinsi Sumatera Utara (Sumut) dan
terkhususnya di kota Medan. Persoalan sampah kerap menjadi masalah
serius yang tak berujung. Rendahnya kesadaran masyarakat akan kebiasaan hidup yang sehat, serta kurangnya keseriusan pemerintah daerah dan pusat, menjadi faktor utama lambatnya penyelesaian "Bersih-bersih sampah" ini. Tumpukan sampah masih dengan mudahnya kita jumpai diberbagai jalan di beberapa wilayah kota ini, terutama di pasar tradisional, dan lahan kosong yang berisi semak semak tanpa penghuni yang kerap dijadikan lahan buang sampah oleh orang- orang yang tak bertanggung jawab. Selain itu Overload-nya Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang sudah penuh sesak dengan jutaan ton sampah, hampir tak mampu lagi untuk menampung sampah dari penjuru kota. Bukan hanya itu, kesadaran Masyarakat khususnya kota Medan untuk membuang sampah sesuai dengan tempatnya juga masih sangat rendah. Masyarakat lebih suka membuang sampah sembarangan ke sungai, parit atau selokan, bahkan ada yang terang-terangan mencampakkan bungkusan sampah ke jalanan. Selain faktor-faktor tersebut, belum adanya kematangan, kejelasan konsep pengelolaan sampah juga menyadi penyebab utama kenapa kota Medan tak bisa bebas dari sampah. Over Load TPA Dengan luas sekitar 25.510 hektar dan penduduk sekitar 2,8 juta jiwa. Produksi sampah Kota Medan sangat tinggi, tak seimbang dengan ketersediaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Oleh karena itu Pemko Medan harus mengelola sampah kota dengan lebih komprehensif dan terpadu dari hulu ke hilir. TPA yang dimiliki Pemko ada dua kawasan yaitu Namu Bintang dan Desa Terjun. Kedua TPA ini hampir tidak mampu lagi untuk menampung sampah yang dihasilkan masyarakat dari 21 kecamatan dan 151 kelurahan yang ada di Medan dengan total produksi 1.400 ton sampah per hari. Sebagai contoh TPA Namu Bintang dengan luas sekitar 16 hektare sudah hampir mencapai batasnya untuk menampung sampah. Bahkan sampah yang ada sudah menggunung membentuk bukit sampah setinggi 10 hingga 15 meter. Kemudian, TPA Terjun, di Kecamatan Medan Marelan dengan luas 14 hektare dengan luas lahan yang terisi sampah 10 hektare dan 4 hektare masih kosong. (arsip harian Sumutpos) Pencemaran terhadap lingkungan terbesar juga terjadi di TPA. Bisa dikatakan pada umumnya TPA di Medan menggunakan lahan urug yang dioperasikan secara serampangan, yaitu sampah diletakkan begitu saja di atas tanah (open dumping). Lalu, sampah akan terbawa infiltrasi air hujan, meresap ke dalam tanah, mencemari air tanah sesuai dengan arah pergerakannya. Jika arah pergerakan air tanah menuju permukiman penduduk, maka sumber-sumber air minum penduduk akan tercemar. Selain itu apabilah timbal dan zat-zat berbahaya lainnya tercampur ke dalam sumber air warga, dan air yang tercemar tersebut digunakan untuk kebutuhan sehari-hari tentu saja akan menjadi penyakit yang sangat berbahaya. Kebijakan Baru Faktanya memang menyedihkan ketika Pemerintah belum mempunyai strategi jitu untuk menyelesaikan permasalah sampah ini. Penyelesaian permasalahan sampah masih bersifat konvensional, sporadis, tidak terintegrasi dan terkoordinasi dan kurang memanfaatkan potensi yang ada di lembaga pemerintah, swasta dan masyarakat. Permasalahan sampah ini sangat erat kaitannya dengan aspek sosial, sehingga harus dibentuk kesadaran dan kerjasama antar berbagai unsur yang membentuk kehidupan sosial. Penulis merasa program TPA ini sudah sangat ketinggalan zaman dan sudah tidak efesien lagi. Karena selama ini kita hanya menumpuk sampah pada suatu lahan (TPA) yang lama kelamaan tumpukan sampah tersebut akan menggunung dan tak tau harus diapakan lagi. Kebingungan ini lah yang dialami oleh Pemko Medan sekarang. Seharusnya pengelolahan sampah sudah harus menggunakan cara modren, seperti yang dilakukan oleh negara Jepang dan Amerika yang mengelolah sampah dengan menjadikan sampah menjadi balok-balok kemudian ditumpuk, dengan begini tidak akan terlalu memakan lahan, dan pencemaran terhadap tanah dan lingkungan pun dapat berkurang. Selain itu balok-balok sampah ini juga dapat diolah untuk dijadikan sebagai sumber energi alternatif. Penulis sangat yakin bahwa di kalangan Pemerintahan baik kota maupun daerah sangat banyak terdapat orang-orang cerdas dan jenius. Tapi mengapa mereka tidak dapat menggunakan kecerdasan serta kejeniusannya untuk menyelesaikan persoalan sampah ini? Apakah gaji yang diberikan masih kurang, sehingga tidak dapat berfikir untuk mencari solusi terbaik, ataukah Brainnya sudah tidak mampu untuk digunakan berfikir lagi? Keadaan ini sangat jelas menggambarkan bahwa Pemerintah memang kurang serius untuk mengatasi masalah sampah. jangankan untuk menghadirkan solusi canggih, untuk menjemput sampah saja, hanya dilakukan pada daerah atau pusat kota saja. Sebagai contoh di beberapa kecamatan di Kota Medan khususnya di daerah pinggiran, sampah menjadi keluhan masyarakat, terutama masalah pelayanan, yakni penjemputan sampah dari rumah ke rumah yang bisa menumpuk hingga berminggu-minggu. Truck sampah hanya mengutip sampah di jalan raya saja. Truck tidak mau masuk ke gang-gang untuk menjemput sampah, akibatnya warga lebih memilih untuk membuang sampah mereka kelahan kosong yang tidak berpenghuni. Hal ini merupakan tindakan yang salah, tapi dalam hal ini kesalahan tak dapat dilimpahkan kepada warga sepenuhnya. Walikota Medan pernah menjanjikan kota Medan akan bebas sampah mulai tanggal 1 April 2011. Itu artinya, tidak ada lagi sampah yang berserakan di jalan, dan tong sampah akan ditata rapi agar kota Medan terkesan bersih dan indah. Untuk mendukung gerakan ini, diharuskan seluruh camat dan lurah ikut andil menjaga kebersihan masing-masing wilayah. Kepala Dinas Kebersihan Kota Medan diperintahkan untuk menambah tong sampah dan personil pengangkut sampah. Tapi pada implementasinya justru bertolak belakang Pemko hanya omong kosong belaka. Hasil survei yang dilakukan di lapangan menyatakan bukannya "Medan bebas sampah tapi sampah masih bebas di kota Medan". Mana program bank sampah yang konon katanya digalakkan oleh Pemko? Beberapa tahun lalu kita dengar Pemko Medan telah melaunching program bank sampah ini. Tapi kita kan belum tahu implementasinya di lapangan seperti apa. Program ini tidak merata, dan hanya ada di beberapa wilayah tertentu saja. Bahkan masih banyak masyarakat kota Medan yang tidak mengetahui tentang program bank sampah ini. Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (R-APBD) Kota Medan tahun 2013. Belanja langsung untuk program pengembangan kinerja pengelolaan persampahan dialokasikan sebesar Rp 140,3 miliar, sejauhmana Dinas Kebersihan dalam mengimplementasikan kebijakan persampahan dengan tidak melakukan penimbunan sampah, namun harus dilakukan pengelolaan yang efektip dan efisien tanpa merusak lingkungan yang ada, selanjutnya rencana program apa yang dilakukan terhadap kota Medan bebas sampah dan lingkungan agar tidak tercemar. Saatnya Bertindak Masalah sampah telah membuat "Pening" masyarakat dan sejumlah pejabat di daerah ini. Solusi untuk mengatasi gunungan sampah ini, kata Direktur Growth Centre, Kopertis Wilayah I Sumut-NAD Dr Ilmi Abdullah, MSc, dapat dikonversikan menjadi energi termal. "Jika energi termal ini dikonversikan menjadi energi listrik, secara teori akan memperoleh power sebesar 7 MW. Peroleh ini dapat memberikan kontribusi langsung atas permintaan listrik Pemko Medan. Dikatakan Ilmi, dari hasil penelitian diperoleh berbagai temuan yaitu komposisi sampah terdiri dari 70,69 persen bahan organik dan 29,31 persen bahan anorganik. Dari komposisi sampah tersebut terdapat 30 persen plastik. "Tidak seluruh sampah domestik Pemko Medan dapat dijadikan sumber energi. Dari 1.400 ton per hari tersebut, bahan sampah yang bisa dijadikan bahan bakar adalah 752.900 kg per hari, sisanya dijadikan kompos dan daur ulang," kata Ilmi. (Kopertis1. org) Dalam situasi dan kondisi seperti ini, kita tidak dapat menyalahkan pemerintah saja. Karena pada hakekatnya, pemerintah hanya dapat menganjurkan dan mengusahakan. Selanjutnya, semuanya berpulang pada seluruh masyarakat apakah memiliki kesadaran atau tidak. Bagaimanapun juga sampah berasal dari kita sebagai masyarakat, seharusnya masyarakat segera sadar akan kebiasaan buruk yang selama ini kita lakukan. Biasakanlah buang sampah pada tempatnya, pisahkanlah sampah organik dan non organik, jangan buang sampah di sungai, dan bayarlah retribusi sampah tepat waktu, agar cita-cita kita semua untuk mewujudkan Medan kota bebas sampah bukan hanya sekedar mimpi saja. Post Date : 11 Maret 2013 |