Simpul Semangat untuk Sungai Bersih

Sumber:Kompas - 14 November 2013
Kategori:Lingkungan
Empat tahun lalu, pengarungan Charl van Rensburg berteman arus deras Sungai Dwars di Afrika Selatan, berakibat fatal. Bukan kesenangan yang didapatkan saat rebah di atas papan selancar sungai (riverboard) berukuran 1 meter x 0,5 meter selama beberapa jam. Ia harus menjalani perawatan dua minggu lamanya.

”Saya terkontaminasi banyak bakteri berbahaya. Saya terpukul mendengarnya. Bukan karena sakit melilit perut, melainkan mengapa sungai penuh batuan besar, air terjun mini, dan air mengalir deras itu tercemar,” kata penggiat selancar sungai asal Cape Town, Afrika Selatan, itu di Bandung, Jawa Barat, pekan lalu.

Charl tidak jera. Ia nekat kembali ke Dwars. Ia penasaran mengapa sungai itu beracun. Fakta di beberapa lokasi sungai dekat permukiman memberi jawaban. Sampah plastik, kertas, dan sisa aktivitas manusia lainnya dibuang begitu saja ke sungai. Minimnya tempat pembuangan sampah hingga sosialisasi pola hidup sehat jadi masalah.

Gerah dengan keadaan itu, beragam pendampingan dan promosi pun ia lakukan. Ia rutin memberikan semangat kepada warga tentang bahaya membuang sampah ke sungai. Dilirik salah satu lembaga swadaya masyarakat (LSM), ia seperti mendapatkan energi mendampingi warga mengelola sampah.

”Sejauh ini kesadaran warga mulai terbangun. Mungkin belum semua warga menerapkannya, tetapi mimpi itu pasti jadi kenyataan,” kata Charl.

Suram Citarum

Dua penggiat selancar sungai lainnya, Ray Chaplin asal Afrika Selatan dan Remi Camus dari Perancis, juga melakukan hal serupa. Chaplin menempuh perjalanan 2.300 kilometer (km) menjelajahi Sungai Orange, dari Lesotho ke Samudra Atlantik, pertengahan 2013.

Ia mengampanyekan kebersihan sungai bertajuk ”The Plastics SA Nampak Rigid Plastics Orange River Project” selama 4-6 bulan di permukiman masyarakat sepanjang bantaran sungai. Sungai Orange adalah pemasok air bersih utama bagi Namibia dan Lesotho.

Adapun Remi Camus menerjang hantaman air dalam perjalanan 4.300 km di Sungai Mekong dari Tibet hingga Vietnam, sejak dua minggu lalu. Ia singgah di setiap desa pinggir sungai mempromosikan perlindungan sungai, memberikan penjelasan ke setiap sekolah, hingga potensi ekonomi yang muncul dari sungai yang bersih. Perjalanan diperkirakan memakan waktu setengah tahun.

”Setiap orang bisa membawa perubahan,” kata Remi Camus.

Sementara Chaplin dan Remi mengarungi Sungai Orange dan Sungai Mekong, Charl ambil bagian di Kejuaraan Internasional Selancar Sungai di Citarum, 6-10 November. Bersama 10 juara nasional selancar sungai dari sejumlah negara dan puluhan peserta dari Indonesia, mereka meramaikan kejuaraan internasional selancar sungai pertama di dunia ini. Kejuaraan ini tidak sekadar mencari yang terbaik, tetapi meraih kepedulian manusia memperlakukan Citarum.

Suram Citarum sudah lama jadi perhatian dunia. Membelah Jawa Barat sepanjang 297 km, Citarum adalah ”si cantik yang terpasung”. Aliran sungainya menyediakan air bersih dan memasok listrik bagi jutaan orang dan perekonomian manusia Indonesia.

Akan tetapi, jasanya tidak dihargai. Ribuan ton limbah rumah tangga, peternakan, pertanian, dan industri dimuntahkan ke Citarum setiap hari. ”Pemberontakan” Citarum lewat banjir hingga wabah penyakit tidak membuat manusia kapok untuk terus menyiksanya.

Ketua Pelaksana Kejuaraan Dunia Selancar Sungai 2013 Rahim Asik Budi Santosa mengatakan, ajang ini hanya satu dari banyak perhatian menyelamatkan Citarum. Di tengah aktivitas pencemaran, masih ada masyarakat yang peduli kelestarian Citarum.

”Dari hulu hingga hilir, pencemaran merajalela di Citarum. Bersama penanaman pohon bantaran sungai, penjagaan mata air, hingga bersih sampah dari komunitas peduli lingkungan, kami ingin perlihatkan, ada harapan di Citarum,” katanya.

Semangat Cikapundung

Bukan tanpa alasan, Yadi bersama rekannya di Komunitas Kukuyaan Bandung meluncur menggunakan ban dalam di hulu Sungai Cikapundung. Meski airnya keruh penuh dengan kotoran sapi, ada harapan yang dibawa mereka.

”Setiap dua kali seminggu, 70 anggota Komunitas Kukuyaan sukarela bergantian turun membersihkan sungai ke Cikapundung sejak lima tahun lalu. Setiap dibersihkan, pasti selalu kotor lagi. Namun, kami tidak menyerah,” katanya.

Membelah kepadatan Bandung, nasib Cikapundung juga serupa. Satu dari 13 anak sungai Citarum ini dipenuhi limbah pabrik, peternakan, dan rumah tangga. Warna air berubah-ubah hingga bau pesing menyeruak dari sungai sepanjang 28 km ini. Ada 86 lokasi sampah sering meninggalkan sampah plastik hingga kasur tersangkut saat banjir datang.

Menggandeng beberapa komunitas peduli lingkungan, Yadi mulai menawarkan setitik harapan. Warga sekitar hulu sungai di Kampung Batu Lonceng, Desa Suntenjaya, Kabupaten Bandung Barat, diberikan pilihan memanfaatkan kotoran sapi menjadi ramah lingkungan dan bernilai ekonomi.

Peternak yang semula bingung membuang kotoran sapi sebanyak 2 ton per hari tertarik menekuninya. Batako kotoran sapi kini menjadi fondasi sejumlah rumah. Pupuk organik menyuburkan lahan pertanian organik. Bahan bakar gas membuat mereka tak pusing saat ada kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Dua tahun lalu, hanya satu peternak yang tertarik. Kini 18 peternak sapi aktif mengolah limbah kotoran itu.

”Saya kini lebih tenang. Dulu sering kali merasa berdosa saat membuang limbah ke Cikapundung,” kata Didin, peternak di Kampung Batu Lonceng.

Mungkin niat pejuang sungai itu tidak akan dinikmati cepat. Namun, mereka percaya, simpul genggam erat tangan kepedulian ampuh menuju sungai bersih.  Cornelius Helmy


Post Date : 14 November 2013