Regulasi bikin air bersih mahal

Sumber:merdeka.com - 10 Juni 2013
Kategori:Air Minum

Di tengah terik matahari, seorang bocah perempuan bertelanjang dada di sebuah permukiman kumuh di Kebon Melati, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Tergopoh-gopoh, dia menenteng ember berisi air bekas kaleng cat baru saja diangkat dari dalam sumur. Dengan sekuat tenaga, dia tuang air ini ke dalam ember berukuran sedang untuk ditampung.

Bocah itu kemudian berjongkok. Sabun batangan berwarna putih dia pegang seraya mengguyur air segayung ke atas kepala dan seluruh tubuhnya. Di sampingnya, seorang pria paruh baya bertelanjang dada sambil mengapit sebatang rokok kembali menimba air ke dalam sumur.

Kebanyakan sumur timba dibangun di perkampungan masih memiliki pasokan air bersih lumayan banyak. Keberadaan sumur di Kebon Melati seperti emas di tengah air keruh mengalir di Sungai Ciliwung tidak jauh dari perkampungan ini.

Warga bernama Ayub, 25 tahun, mengakui air bersih di wilayahnya memang langka. Keberadaan sumur di tengah kampung merupakan sumber penghidupan untuk warga sekitar. Mahalnya membayar air disalurkan PT Palyja menjadi alasan. Paling tidak, Ayub saban bulan membayar air Rp 200 ribu.

Meski bayaran itu terbilang besar, namun layanan disediakan sangat jauh dari harapan. Air itu tidak bisa diminum lantaran berasa. "Kadang suka macet, katanya sering bocor," katanya.

Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMMSAJ) menilai kelangkaan air bersih di Jakarta dimulai saat pemerintah meneken kontrak dengan perusahaan swasta untuk mengelola air. 

Sehari menjelang perayaan Natal 1997, surat dukungan dari gubernur DKI Jakarta bernomor 3126/072 dan menteri keuangan nomor S-684/MK.01/1997 menunjuk PT Palyja. "PDAM tetap rugi, saatnya Pemprov DKI memutuskan kontrak," kata Tama S. Langkun saat menggelar keterangan pers mewakili KMMSAJ di kantor ICW (Indonesia Corruption Watch), Kalibata, Jakarta Selatan, Selasa pekan lalu.

Dia membandingkan pengelolaan air di Jakarta dengan Ibu Kota Phom Penh, Kamboja. Setelah dipegang pemerintah, Jumlah penduduk menikmati air bersih di sana terus melonjak selama 13 tahun. Dari seperempat menjadi 90 persen pada 2006.

Sedangkan di Jakarta dikelola swasta, tidak sampai 50 persen warga menikmati air bersih. Catatan BPS (Badan Pusat Statistik), hanya 34,8 persen penduduk ibu kota memiliki sumber air minum bersih dan layak konsumsi.

Swastanisasi air di Jakarta berlaku sejak 16 tahun lalu. Perusahaan Suez Environment bersama Thamses Water masing-masing mendapat separuh Jakarta untuk dikelola melalui kontrak dengan PAM Jaya. PAM Jaya merupakan perusahaan daerah milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

"Kontrak ini sejak awal berat sebelah karena melindungi kepentingan investor secara berlebihan, tetapi buat konsumen, Pemprov DKI, dan PAM Jaya rugi," katanya. 

Saat ini di bagian barat Jakarta dikelola Palyja dan bagian timur wewenang PT Aetra milik Acuatio



Post Date : 11 Juni 2013