|
Jakarta, Kompas - Investasi pemerintah daerah terhadap penyediaan air minum masih sangat rendah. Tercatat, investasi pemda untuk layanan publik ini hanya 1,03 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Akibatnya, akses masyarakat terhadap air minum masih sulit. Kalaupun ada, kualitas layanan air pun juga rendah. Tujuan Pembangunan Milenium menargetkan layanan air minum harus menjangkau 68 persen rumah tangga di Indonesia tahun 2015. Untuk itu butuh anggaran Rp 65 triliun. Dari jumlah ini, yang menjadi tanggung jawab pemerintah pusat Rp 38 triliun termasuk dana alokasi khusus. Sisanya Rp 27 triliun berasal dari alternatif pembiayaan lain termasuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Menurut Menteri Pekerjaan Umum (PU) Djoko Kirmanto, capaian layanan air minum nasional baru mencapai 56 persen penduduk dari target capaian tahun 2014 sebesar 67 persen. ”Kami terus mendorong agar pemerintah daerah mau dan mempunyai komitmen yang kuat untuk menyediakan air minum. Kami di pusat akan membantu, termasuk merestrukturisasi utang mereka,” kata Djoko, di Jakarta, Selasa (26/2). Sementara, Danny Sutjiono, Direktur Pengembangan Air Minum Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian PU mengatakan, selain APBD, alternatif pembiayaan juga bisa diambil dari dana tanggung jawab sosial perusahaan, kerja sama pemerintah-swasta, dan perbankan. ”Anggaran dari pusat dipakai untuk membangun instalasi dan saluran utama, sedangkan sambungan ke rumah menjadi tanggung jawab daerah atau PDAM. Namun banyak PDAM yang tidak melakukan sambungan ini,” ujar Danny. Dia juga mencontohkan, restrukturisasi utang yang ditawarkan pemerintah pusat untuk menyehatkan PDAM yang sakit, juga belum ditanggapi oleh semua PDAM. Dari 175 PDAM yang mempunyai utang total Rp 4,6 triliun, masih 63 PDAM yang belum mengajukan restrukturisasi utang. ”Dari total utang, sebenarnya utang pokoknya hanya Rp 1,5 triliun. Sisanya adalah bunga dan denda. Ini yang akan dihapus,” kata Danny. (K01/ARN) Post Date : 27 Februari 2013 |