|
Produsen gula merah skala rumah tangga atau dikenal dengan sebutan
pengrajin gula tumbu di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, mencoba
memanfaatkan sampah plastik sebagai bahan bakar campuran dalam proses
produksi. Sunardi, pengelola tempat pembuatan gula tumbu di Desa Rejosari, Kecamatan Dawe, Kudus, di Kudus Minggu mengakui bahwa sampah plastik tersebut memang digunakan sebagai bahan bakar campuran untuk proses pembakaran kuali untuk memasak sari tebu menjadi gula merah. Sementara bahan bakar utamanya, yakni daun tanaman tebu yang sudah kering. Akan tetapi, lanjut dia, harga daun kering tanaman tebu per ikat mencapai Rp3.000. Setiap hari dibutuhkan ratusan ikat daun tebu kering sehingga membutuhkan biaya yang cukup besar untuk proses pemasakannya. Untuk mengurangi biaya proses pemasakan, katanya, digunakan sampah plastik dari pabrik di Kudus yang sudah dikeringkan sebagai bahan bakar campuran. Sejak menggunakan bahan bakar campuran dari sampah plastik tersebut, kata dia, biaya pembelian daun tanaman tebu per harinya sekitar Rp330.000 mendapatkan 110 ikat daun tebu kering. Sementara sampah plastiknya, kata dia, per hari membutuhkan antara 50--70 sak. Adapun jumlah kawah atau tempat untuk memasak sari tebu menjadi gula merah, kata dia, sebanyak tujuh kawah. Dalam waktu lima hari, kata dia, bisa membuat gula merah sebanyak 30 tumbu dengan berat per tumbu mencapai 50 kilogram. Jumlah tanaman tebu yang dibutuhkan sebagai bahan baku utama pembuatan gula merah, kata dia, mencapai 8 rit tanaman tebu dengan jumlah berat setiap rit tebu bisa mencapai 8 ton. Jumlah bahan baku tersebut, kata dia, bisa digunakan untuk membuat gula merah sebanyak 30 tumbu. Gula merah yang diproduksinya, kata dia, dikirim ke Surabaya, Pasuruan, Grobogan serta beberapa kota lain sebagai bahan baku pembuatan kecap. Harga jual gula merah setiap kilogramnya, kata dia, bisa mencapai Rp7.000/kg. "Saat ini, harga jualnya cenderung fluktuatif karena sempat turun hingga Rp5.300/kg," ujarnya. Post Date : 28 April 2014 |