|
Jakarta, Kompas - Menyusul sikap penolakan Pemerintah Singapura terhadap rencana reekspor limbah bahan berbahaya dan beracun atau B3 dari Indonesia, pemerintah terus mengumpulkan bukti sebagai limbah B3. Sejak dua pekan lalu, Badan Tenaga Nuklir Nasional mengkaji paparan limbah mengandung zat radioaktif itu terhadap lingkungan di kawasan penimbunan limbah sebanyak 1.762 kantong (1.149,4 ton). Pengkajian langsung tim Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) ke lapangan tersebut merupakan tindak lanjut dari uji sampel laboratorium sebelumnya. Dari sampel limbah yang diuji ditemukan kandungan radioaktif di bawah ambang batas toleransi, di antaranya torium dan kalium. Sementara pihak Singapura tetap bertahan pada sikap mereka bahwa limbah itu hanya material organik biasa. Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) selanjutnya akan mengirimkan hasil kajian paparan limbah terhadap lingkungan itu kepada sidang Committee Compliance Basel Convention. Tujuannya satu, Pemerintah Singapura bersedia menerima reekspor limbah B3 tersebut. Upaya Indonesia ini menindaklanjuti upaya-upaya sebelumnya yang selalu tidak menemui kesepakatan. Misalnya, mediasi pertemuan untuk membicarakan jalan keluar terhadap permasalahan itu tidak dicapai kata sepakat. Indonesia hanya bersedia berunding dengan satu agenda, yakni Singapura bersedia menerima kembali limbah tersebut. "Kami sekarang berharap Komite Komplain Sekretariat Konvensi Basel dapat menjatuhkan penalti kepada Singapura karena mereka tidak patuhi peraturan," kata Deputi IV Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan Sumber Institusi KLH Isa Karmisa di Jakarta, Kamis (17/2). Harapan itu didasarkan pada Pasal 1 (b) dan 4 (e) Konvensi Basel bahwa bila negara tujuan ekspor menyatakan limbah impor sebagai limbah B3, negara pengekspor harus mengikuti keputusan tersebut. Konsekuensinya, negara pengekspor harus bersedia menerima kembali limbah tersebut. Bahkan, bila perlu berinisiatif menarik kembali limbah itu. Yang terjadi, hingga kini Pemerintah Singapura tetap menyatakan itu "bukan limbah B3". Mereka juga berdalih bahwa perusahaan pengimpor, PT Asia Pasifik Eco Lestari, telah mengantongi izin kantor berwenang di Batam untuk mengimpor limbah itu. "Ada masalah pada dokumen kepabeanan dalam hal ini," kata Isa. Terkait upaya penegakan hukum atas kasus ini, berdasarkan keterangan saksi-saksi, penyidik telah menetapkan empat tersangka. Akan tetapi, mereka belum dapat memenuhi panggilan penyidik. Satu tersangka merupakan warga negara Singapura. Kandungan logam berat Selain menemukan kandungan zat radioaktif, uji sampel KLH, Bapedal Kota Batam, laboratorium Sucofindo, dan Australian Laboratory Services juga menemukan kandungan logam berat, yang beberapa di antaranya melebihi ambang batas toleransi. Adapun kandungan logam berat masing-masing arsen (As), barium (Ba), kadmium (Cd), kromium (Cr), tembaga (Cu), timbal (Pb), merkuri (Hg), perak (Ag), dan seng (Zn). Terdapat empat logam berat berkadar di atas baku mutu, yakni As (584 mg per kilogram berat kering), Cd (243 mg per kg berat kering), Cu (6.740 mg per kg berat kering), dan Zn (5.210 mg per kg berat kering). Merujuk PP Nomor 18 Tahun 1990 jo PP 85/1999 tentang Pengelolaan Limbah B3, maka limbah tersebut tergolong limbah B3 berkarakter racun. Bila ditimbun, harus pada timbunan limbah B3 kategori I sesuai Keputusan Kepala Bapedal Nomor Kep-04/Bapedal/09/1995 tentang Tata Cara Persyaratan Penimbunan Limbah B3. Temuan KLH di lapangan, diantara 1.762 karung limbah tersebut berlubang dan mencecerkan limbah di tanah. Bila hujan, ceceran itu terbuka, kemungkinan terbawa ke perairan di sekitarnya. (GSA) Post Date : 18 Februari 2005 |