Di
pemukiman kumuh pinggir pantai, urusan sanitasi sering jadi masalah karena
warga terbiasa buang air besar langsung ke air di bawah rumah panggungnya. Tapi
di tempat ini, semua orang punya WC dan bahkan yang tidak punya rumah pun
membangun WC 'melayang'. Seperti apa?
Pemandangan WC
melayang bisa ditemukan di Desa Tanjungpinang Timur, Kota Tanjungpinang,
Kepulauan Riau. Sebuah kloset jongkok berwarna merah muda yang sepertinya masih
baru, dibangun tanpa bilik pelindung di sebuah petak kosong yang belum ada
rumahnya. Kloset tersebut disangga tiang beton seperti yang dipakai sebagai
penyangga rumah panggung.
Tampak seperti
melayang karena tidak ada akses jalan menuju ke jamban tersebut. Untuk apa ada
jamban kalau tidak ada bilik maupun rumahnya, bahkan tidak ada jalan untuk
mengaksesnya?
"Oh, itu
sebenarnya sedang renovasi. Jadi baru mau bikin rumah, jambannya dulu dibikin
agar bisa tersambung ke sanitasi," kata Hasan Basri, Ketua RT 01/RW 06
Kelurahan Tanjungpinang Timur saat ditemui dalam kunjungan Kelompok Kerja Air
Minum dan Penyehatan Lingkungan (Pokja AMPL), Rabu (26/6/2013).
RT 01 merupakan
satu-satunya wilayah di Kelurahan Tanjungpinang Timur yang telah menerapkan
sanitasi masyarakat dengan dana APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara).
Sebanyak 40 kloset, termasuk 1 kloset yang melayang-layang tanpa rumah, telah terhubung
dengan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Komunal yang dibangun sejak 2012.
Sebelum ada IPAL
Komunal tersebut, warga setempat buang air besar langsung ke air dangkal yang
ada di bawah rumah panggung. Saat air sungai meluap, kotoran akan tersapu ke
pantai. Namun jika pantai mengalami pasang, kotoran itu akan kembali lagi
tersapu ke pemukiman.
Hasan mengatakan
warga merasa sangat terbantu dengan program sanitasi masyarakat tersebut. Di
awal pengembangan, memang ada penolakan dari sebgian kecil warga namun pada
umumnya lebih disebabkan oleh ketidaktahuan.
"Ya orang
kampung, dipikir kalau langsung (BAB) ke air lebih sehat karena kotorannya
hanyut. Ngapain ditampung segala? Tapi setelah diberi pemahaman, akhirnya semua
sepakat kita butuh IPAL. Terutama yang air di bawahnya tidak mengalir ke
pantai, itu kotorannya kering saja di bawah," kata Hasan.
Di Indonesia secara
keseluruhan, akses sanitasi yang layak masih menjadi pekerjaan rumah yang harus
diselesaikan untuk memenuhi target Millenium Development Goals (MDGs) 2015
yakni sebesar 62,40 persen. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2011
menunjukkan, pencapaian program sanitasi baru mencakup 55,60 persen.
"Masih ada gap
dengan target MDGs 2015, dan oleh karenanya harus dilakukan upaya percepatan.
Antara lain melalui Sanitasi Masyarakat," kata Ketua Pelaksana Harian
Pokja AMPL yang meninjau langsung IPAL Komunal di Kelurahan Tanjungpinang Timur.
Post Date : 01 Juli 2013
|