|
BOGOR--MIOL: Sebanyak 70 persen air minum yang dikonsumsi warga Kota Bogor berasal dari sungai. Kenyataan itu terungkap di acara Coffee Morning PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor, yang digelar di ruang pertemuan PDAM Tirta Pakuan, Kota Bogor, Jl Siliwangi, Kota Bogor, Selasa (30/5). Menurut Direktur PDAM Tirta Pakuan, Memed Gunawan, sisanya 30 persen dari mata air yang ada dan tersebar di sejumlah titik di kawasan Kabupaten Bogor. "Kalau dari mata air itu hanya sedikit. Itupun mata airnya dari kabupaten. Jadi air yang digunakan selama ini hampir secara keseluruhan dari air sungai melalui penyulingan atau pengolahan secara lengkap. Karena Kota Bogor kekurangan bahan baku," kata Memed, didampingi Hendry Darwin, Kabag Humas, Wira Kabag Produksi dan beberapa staf di PDAM Kota Bogor. Permasalahan lain yang dihadapi PDAM Tirta Pakuan, selain kapasitas produksi terbatas (persediaan dengan permintaan sudah seimbang), terlambatnya melakukan pengembangan kapasitas produksi, tarif yang ada juga belum full cost recovery. "Untuk tarif selalu ada penyusutan dan ada defresiasi. Kami juga merasa kesadaran masyarakat masih kurang," tandasnya. 30 persen air hilang Memed menjelaskan PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor telah kehilangan air atau kebocoran air atau istilah Inggrisnya "Unaccounted for Water (UFW) sebesar 30 persen. Kehilangan air bukan hanya di Kota Bogor tapi di seluruh dunia bisa mengakibatkan masalah fatal yakni mengurangi kapasitas PDAM untuk melayani lebih banyak pelanggan. Kehilangan air itu, selisih antara jumlah air yang didistribusikan (diukur dari meter induk PDAM) dan jumlah air yang diterima pelanggan (diukur dari penjumlahan air yang ada pada meter pelanggan). Penyebab kehilangan air, lebih banyak karena masalah teknis seperti akurasi meter induk yang kurang baik, kebocoran di sambungan pipa yang ditanam, kebocoran pada pipa yang sudah keropos, sambungan pelanggan gelap, penggunaan air untuk pencucian/penggelontoran pipa, akurasi meter pelanggan kurang baik dan kebocoran pada pipa-pipa dinas di halaman rumah pelanggan. Di Tirta Pakuan, 20 persennya masih menggunakan pipa buatan 1918. Bagian terbesar dari kehilangan air ini karena kebocoran secara fisik akibat sambungan-sambungan pada pipa tua atau pipa keropos yang tertanam di tanah. "Jadi kebocoran lebih banyak karena masalah teknis itu. Karena pencurian itu memang ada, tapi masih minim," terang Memed. PDAM Tirta Pakuan telah melakukan berbagai perbaikan seperti mengganti meter yang tidak akurat atau rusak secara periodik setiap 4 tahun sekali. Pihaknya juga mengganti pipa-pipa tua yang sudah keropos atau sambungannya sudah tidak baik. Memed menyebutkan, menekan kehilangan air 1 liter per detik saja sama dengan menambah kapasitas air. Selain melakukan penekanan, juga persiapan pemasangan pipa transmisi air baku seperti pemasangan sepanjang 5 kilometer dari Ciherang Pondok ke Dekeng. "Kami juga melakukan penguatan meter air kurang lebih 5067 dari Juni hingga april lalu serta berbagai upaya lain yang sesuai peraturan yang ada." Data yang dicatat Majelis Peniliai Ikatan Ahli dan Teknik Lingkungan dan Teknik Penyehatan Indonesia, Majelis Insinyur Persatuan Insinyur Indonesia menyebutkan, kehilangan air di Indonesia secara keseluruhan sebesar 39%. Untuk Jakarta kehilangan air 45%, Malang 37%, Bandung 47% dan Semarang 41%. Di Kanada kehilangan air 10%-30%, Cekoslovia 20%-50%, Polandia 15%-60%,Rumania 20%-30%, Belanda 5%, Denmark 10%, Italia 25%, Inggris 20%-40%, Singapura 7% dan terakhir Taiwan kehilangan 15%-30%. (DD/OL-02). Penulis: Dede Post Date : 30 Mei 2006 |