|
Rekayasa sosial sering kali tertinggal dalam rencana pembangunan,
pendekatan lebih diutamakan pada rekayasa teknologi. Hal itu antara lain
tampak pada rencana pembangunan Jakarta Coastal Defense yang akan
digunakan untuk memisahkan pantai dan laut serta memperlancar aliran air
sungai untuk mengatasi banjir.
Hal itu dikemukakan Samsuhadi, perekayasa teknik lingkungan dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Rabu (6/3), di Jakarta. ”Jokowi harus terus diberi masukan bahwa program penanggulangan banjir harus diselesaikan secara holistik dan komprehensif. Masyarakat jangan terus disalahkan. Masyarakat harus dididik. Harus ada program edukasi publik yang dilakukan terus- menerus,” kata Samsuhadi. Selamet Daroyni dari Divisi Pendidikan dan Penguatan Jaringan Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) tentang rekayasa sosial mengatakan, ”Dari paparan rencana pembangunan Jakarta Coastal Defense (JCD), tampak bahwa masalah sosial masih belum jelas. Yang dipaparkan lengkap adalah rekayasa teknologi.” Jumlah keluarga nelayan di tiga kelurahan tempat JCD hendak dibangun, yaitu Pademangan, Kalibaru, dan Cilincing, sekitar 30.000 keluarga akan terkena dampak langsung. Pembangunan tanggul laut raksasa itu diperkirakan menelan biaya Rp 100 triliun. Sampai saat ini, tidak ada upaya untuk melibatkan masyarakat dalam perencanaan pembangunan JCD. Pendekatannya masih top down. ”Pemerintah belum memberikan solusi sesuai kemauan masyarakat,” ujar Selamet. Pendapat senada disampaikan Herdianto Wahyu Kustiadi dari Perhimpunan Cendekiawan Lingkungan Indonesia (Perwaku). ”Belum tentu masyarakat nelayan akan lebih sejahtera nantinya. Selama berlangsung pembangunan, berarti ikan di dekat pantai akan mati sehingga mereka harus menangkap ikan di laut lepas. Apakah mereka bisa? Kalaupun diberi kapal yang lebih besar, apakah mereka memiliki keterampilan menggunakannya?” Air bersih Dalam menyoroti persoalan banjir, Herdianto juga menyoroti rencana pembangunan terowongan dalam (deep tunnel) yang rencananya akan digunakan sebagai saluran pembuang air banjir ke laut. ”Jakarta butuh cadangan air bersih. Sebaiknya tidak semua air tersebut dibuang ke laut. Cadangan air bersih harus didekatkan pada instalasi pengolah cadangan air bersih, yaitu di Pejompongan, sehingga terintegrasi antara pasokan cadangan air bersih dan pengolahan air minum,” kata Herdianto. Herdianto menghargai upaya Gubernur DKI Jakarta Jokowi mendekati beberapa kepala daerah dari Jabodetabek untuk mengatasi banjir Jakarta.Post Date : 07 Maret 2013 |