|
BALAI KOTA - Pencemaran sungai di Salatiga dinilai sudah memprihatinkan dan melampaui ambang batas. Akibatnya, air sungai di Kota Sejuk ini tidak memenuhi standar sebagai air bersih dan tidak layak dikomsumsi atau untuk mandi. Hal itu disampaikan Kepala Kantor Lingkungan Hidup (KLH) Salatiga, Prasetyo Ichtiarto kepada wartawan di sela-sela pemaparan persiapan peringatan Hari Lingkungan Hidup di balai Kota, kemarin. Kegiatan dihadiri Asisten II Setda, Daryadi dan Kabaghumas Adi Setiarso. ”Pencemaran sungai di Salatiga dari tahun ke tahun terus meningkat. Saat ini tingkat pencemaran sudah mencapai 55-60 persen yang berarti di atas ambang batas. Ini tentunya cukup memprihatinkan kita semua,” katanya. Menurut Parsetyo, kesadaran masyarakat untuk melestarikan lingkungan masih rendah. Warga masih suka membuang sampah di sungai. Bukan hanya warga, tetapi perusahaan terkadang masih membuang limbah sembarangan. ”Sepintas membuang sampah di sungai bisa langsung bersih karena sampah hanyut. Tetapi dampaknya luar biasa bagi banyak orang. Ini yang tidak disadari masyarakat,” katanya. Disebutkan, sebanyak sembilan aliran sungai yang mengalir di wilayah Kota Salatiga seluruhnya telah mengalami tingkat pencemaran cukup tinggi. Tingginya pencemaran disebabkan adanya pencemaran limbah air, baik limbah industri maupun rumah tangga. Kerusakan Lingkungan ”Limbah industri disebabkan karena belum seluruhnya industri di Salatiga menggunakan instalasi pengolahan air limbah (Ipal), terutama industri kecil menengah karena keterbatasan biaya,” tuturnya. Ke depan, KLH akan membantu pembuatan Ipal dari Dana Alokasi Khusus (DAK), berupa program Ipal komunal. Untuk industri besar di Salatiga, kebanyakan sudah menggunakan Ipal. Adanya pencemaran air tersebut, tambah Prasetyo, dipastikan akan berdampak pada kerusakan lingkungan dan ketersedian air bersih menjadi berkurang. Sebagai antisipasi dari kerusakan lingkungan akibat pencemaran air tersebut, KLH Kota Salatiga setiap tahunya melakukan pencanangan pembuatan 100 unit sumur resapan dengan anggaran sekitar Rp 250 juta. ”Dengan sumur resapan, tidak semua air hujan nantinya akan masuk ke badan sungai karena sumur tersebut berfungsi untuk menyimpan air untuk menjaga ketersedian air bersih, terutama saat musim kemarau tiba. Selain itu, program penanaman pohon juga kami galakkan, baik tanaman produktif maupun tanaman tahunan. Harapanya, semakin banyak pohon yang tumbuh maka ketersediaan air bersih akan tetap terjaga,î katanya. (H32-87) Post Date : 05 Juni 2013 |