|
Sebanyak 170 desa di 17 kabupaten dari 22 kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) masih mengalami krisis air bersih.
"Debit sumber-sumber terus menyusut akibat kemarau sehingga warga harus berjalan kaki untuk mengambil air di desa lain atau membeli air tangki dengan harga yang sangat mahal," kata Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Nusa Tenggara Timur Tini Thadeus, Minggu (21/9).
Thadeus menyebutkan jumlah keluarga yang menderita krisis air sebagiaman yang tercatat pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) NTT mencapai 39.879 orang atau 4.325 keluarga. "Krisis air bersih tersebut hanya bisa diatasi dengan memasok air dari daerah lain menggunakan mobil tangki," katanya.
Menurut dia, selain langkah pemanfaatan tangki air, Pemprov NTT juga telah mengajukan permintaan tanggap darurat ke pemerintah pusat untuk segera menyalurkan sedikitnya Rp 15 miliar untuk pengadaan air bersih di seluruh wilayah provinsi kepuluan tersebut, terutama di daerah yang telah masuk dalam zona kritis.
"Untuk pengadaan air dari daerah lain ke desa-desa yang dilanda krisis air, butuh sedikitnya Rp15 miliar. Dana sebesar itu sudah disampaikan ke pemerintah pusat," katanya.
Ia mengatakan bahwa krisis air bersih di provinsi seribu pulau itu berpeluang meluas ke seluruh kabupaten/kota yang ada karena NTT baru memasuki puncak kemarau pada bulan Oktober mendatang.
Saat ini, warga di sejumlah desa yang krisis air membeli air bersih dengan harga antara Rp 200 ribu dan Rp 300 ribu untuk setiap tangki ukuran 5.000 liter.
Akibat krisis air tersebut, kata Thadeus, sebanyak 16 dari 22 kabupaten/kota di NTT mulai dilanda kekeringan dan kemungkinan terancam rawan pangan.
"Kekeringan dan rawan pangan pada 16 kabupaten tersebut masuk dalam kategori ancaman level tertinggi yang perlu mendapat perhatian serius untuk mengambil langkah-langkah penanggulangannya. Hal itu disebabkan oleh El Nino," katanya. Post Date : 22 September 2014 |