|
JAKARTA, KOMPAS — Mafia tampaknya sudah menguasai pengelolaan sampah di DKI Jakarta selama bertahun-tahun. Tidak heran jika manajemen pengelolaan sampah jadi hancur. Anehnya, mafia sampah ini seperti dipelihara. Padahal, keberadaan mafia ini merugikan warga. Akibatnya, anggaran pengelolaan sampah yang totalnya mencapai Rp 1,2 triliun per tahun menjadi terkesan percuma. Pasalnya, warga DKI tidak bisa menikmati lingkungan kota Jakarta yang bersih. Mafia sampah tersebut sebaiknya ditangani terlebih dahulu sebelum membenahi tata kelola sampah. Dugaan ini diungkapkan peneliti Jurusan Teknik Lingkungan Universitas Indonesia (UI), Firdaus Ali, dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama. ”Permainan mafia dalam persoalan sampah memperparah tata kelola sampah, padahal uang yang beredar sangat besar. Indikasinya manajemen pengelolaan yang buruk dibiarkan terjadi,” kata Firdaus Ali, Rabu (12/2), di Jakarta. Salah satu potret buruknya manajemen terlihat pada proses pengangkutan. Selama ini, pencatatan pengangkutan sampah belum akurat sehingga memicu pemborosan keuangan daerah. Menurut Basuki, indikasi adanya mafia bisa dilihat dari kinerja pihak swasta yang tidak sesuai dengan perjanjian kerja sama. Sementara pengangkutan dan volume sampah yang diangkut belum pernah diaudit secara tuntas. Terkait dugaan itu, mantan Kepala Dinas Kebersihan DKI Unu Nurdin yang baru diganti per 12 Februari tidak ingin berkomentar. Unu meminta persoalan sampah sebaiknya dikembalikan ke Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah. ”Pengelolaan harus berjalan ke arah sana. Yang terjadi belakangan, unsur politis mulai masuk dalam persoalan sampah,” kata Unu. Tidak hanya itu, Firdaus Ali menambahkan, DKI saat ini belum memiliki fasilitas lahan tempat pembuangan akhir (TPA) di dalam wilayah Jakarta. Kondisi ini memaksa Jakarta secara politik dan sosial tergantung wilayah lain (Bekasi). Firdaus Ali menawarkan alternatif TPA baru di luar kota yang tidak jauh dari jalur kereta sehingga memudahkan pengangkutan. Solusi jangka panjang bisa dilakukan dengan reklamasi lahan di Teluk Jakarta sebagai pusat pengelolaan dan pengolahan limbah padat dan cair. Wakil Kepala Dinas Kebersihan DKI Jakarta yang kemarin baru dilantik Isnawa Adji mengatakan, dirinya ingin membangkitkan partisipasi publik agar beban tugas pemerintah dapat berkurang. Pengelolaan sampah tidak bisa hanya mengandalkan petugas sampah. ”Lurah dan camat harus dilibatkan. Mereka diberi tanggung jawab pengelolaan sampah di wilayahnya,” kata Isnawa yang juga mantan Camat Tambora. (NDY) Post Date : 13 Februari 2014 |