62 Persen Warga DKI Terlayani Air Bersih

Sumber:Suara Pembaruan - 16 Oktober 2008
Kategori:Air Minum

[JAKARTA] Sekitar 62 persen warga DKI Jakarta terlayani air bersih dari Pusat Daerah Air Minum (PDAM) Jaya. Air tersebut didistribusikan oleh dua operator air bersih di Jakarta yaitu PT Palyja dan Aetra. Sisanya masih menggunakan air tanah.

Demikian Dirut PDAM Jaya Didit Haryadi dan Nila Ardhianie, Director Amrta Institute for Water Literacy kepada SP, di Jakarta, Kamis (16/10). "Sebanyak 62 persen dari total warga DKI Jakarta yang sudah terlayani air bersih," kata Didit Haryadi.

Didit mengatakan itu terkait pernyataan Menteri Pekerjaan Umum (PU) Djoko Kirmanto dalam coffee morning dengan para pemimpin redaksi media massa di Jakarta Rabu (15/10) bahwa baru 42 persen warga perkotaan di seluruh Indonesia yang dilayani air bersih dari PDAM.

Didit mengatakan bahwa alokasi air bersih di DKI Jakarta di atas angka yang disebut Djoko. Ia juga mengemukakan, PDAM Jaya tidak masuk dalam program restrukturisasi sebagaimana yang disebut Djoko. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 120 Tahun 2008 tentang Restrukturisasi Pinjaman PDAM disebutkan bahwa PDAM yang telah bekerja sama dengan swasta seperti DKI Jakarta tidak masuk dalam program restrukturisasi tersebut. PDAM Jaya mendapat perlakuan khusus dari Menteri Keuangan.

Mengenai kepatuhan pinjaman dari pemerintah pusat, Didit mengemukakan, selama ini PDAM Jaya selalu mematuhi pinjaman yang diberikan. Disebutkan, dari 21 paket pinjaman yang diberikan, PDAM Jaya telah melunasi 16 paket pinjaman yang dimulai sejak 2002 sampai 2008. Tinggal sisa lima paket yang akan diselesaikan.

Pada kesempatan itu, Didit juga mengemukakan, pada 2008 ini PDAM Jaya menargetkan kontribusi ke Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp 4 miliar. Dari tahun 2003 sampai 2007, kontribusi PDAM Jaya ke PAD tiap tahunnya masing-masing Rp 3 miliar. Sumbangan terendah hanya terjadi pada tahun 2002 yang mencapai Rp 2 miliar.

Mengenai kebocoran, Didit mengatakan, untuk DKI Jakarta tingkat kehilangan air bersih atau air yang tidak menjadi uang/pendapatan (non revenue of water - NRW) pada 2008 ini mencapai 46 persen. Tahun 2007 lalu sempat turun mencapai 44 persen. Sementara itu, pemerintah menargetkan 20 persen saja tingkat kebocoran.

Dijelaskannya kebocoran NRW terjadi dalam dua hal, yaitu masalah teknis 20 persen dan non teknis 24 persen. " Pokoknya fifty-fifty lah kebocoran yang terjadi, baik teknis maupun nonteknis," ujar Didit tanpa menyebut faktor teknis dan nonteknis.

Air Tanah

Sementara itu, Nila Ardhianie mengatakan, sebagian besar warga DKI Jakarta yang tidak mendapat pelayanan air minum bersih menggunakan air tanah.

Pernyataan Dirut PDAM Jaya bahwa 62 persen warga DKI terlayani air minum itu hanya klaim, dalam arti PDAM telah membuat sambungan pipa yang jumlahnya mencapai presentase tersebut. "Tapi, apakah pipa-pipa itu sudah tersalurkan air, apakah 24 jam air itu tidak berhenti adalah masalah utama yang dirasakan warga selama ini," katanya.

Mengenai dampak penggunaan air tanah, lanjut dia, permukaan air tanah di kawasan bisnis (perkantoran, bisnis dan pusat perbelanjaan) di Ibukota, seperti di kawasan Kuningan turun hingga 5 meter per tahun. Sedangkan permukaan tanah di kawasan Mangga Dua turun hingga 50 sentimeter dalam lima tahun terakhir.

Eksploitasi berlebihan atas air tanah, selain menyebabkan penurunan muka air tanah juga menyebabkan penurunan tanah (land subsidence). Penurunan land subsidence telah cukup lama dilaporkan terjadi di wilayah Jakarta.

Ada empat tipe land subsidence yang mungkin terjadi di basin Jakarta, yaitu karena pengambilan air tanah yang berlebihan, beban bangunan, konsolidasi alamiah dari lapisan-lapisan tanah, dan akibat gaya tektonik.

Untuk mencegah kerusakan lingkungan ini, Dinas Pertambangan dan Energi DKI Jakarta telah menyusun draf kesepakatan kepada para pengelola gedung bertingkat di DKI Jakarta untuk melakukan 5 R, yaitu reduce, reuse, recycle, recharge, dan recovery. [RBW/L-8]



Post Date : 16 Oktober 2008