|
PELIKNYA persoalan sampah membuat lingkungan tidak menyenangkan. Padahal, pemerintah sudah menggelontorkan triliunan rupiah untuk menangani masalah itu. Di balik upaya pemerintah, ada langkah-langkah kecil warga yang terus bergerak. Langkah seperti inilah yang secara perlahan sejak 2006 mengubah wajah RW 003, Kelurahan Malaka Sari, Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur, menjadi lebih asri. Perubahan tersebut dimulai dari pendirian bank sampah yang kini menempati lahan seluas 500 meter persegi. Di tempat ini, setiap Rabu dan Jumat dipadati warga yang ingin menabung sampah. Di hari itu, mereka membawa ”tabungan” dari rumah masing-masing, lalu menimbang sampah sebelum diuangkan. Sampah botol plastik dihargai Rp 1.500-Rp 3.000 per kilogram (kg). Sementara sampah kardus bernilai Rp 900 per kg. Sementara uang tabungan bisa diambil nasabah paling cepat tiga bulan sekali. Setelah delapan tahun berdiri, 264 orang bergabung menjadi nasabah Bank Sampah RW 003 Malaka Sari. Bank sampah ini mengelola rata-rata dua ton sampah per bulan dengan omzet Rp 2 juta per bulan. Pada 2010, Bank Sampah RW 003 Malaka Sari dinilai sebagai bank sampah terbaik se-DKI Jakarta di ajang Jakarta Green and Clean. Salah satu penggagas bank sampah, Dedy Rusdianto (38), Sabtu (29/3), mengatakan, pencapaian itu tidak mudah. Bank ini awalnya dibicarakan di tingkat RT, baru setelah berkali-kali diskusi meluas ke tingkat RW. Sebelum berada di lahan yang sekarang dipakai, bank sampah itu menempati lahan 4 meter x 4 meter milik Perumnas. Sekarang, nasabah bukan saja dari kalangan RW 003, melainkan juga dari RW tetangga, bahkan ada nasabah yang berdomisili di Rawamangun (Jakarta Timur), Pondok Indah (Jakarta Selatan), dan Bekasi. Dedy mengatakan, dengan adanya bank sampah, warga menjadi lebih peduli atas sampah yang mereka hasilkan. ”Bahkan, warga bisa rebutan sampah, misalnya saat hajatan,” ujar Dedy. Di pinggiran Jakarta Dengan semangat yang sama, anggota Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Perumahan Dhaya Pesona juga mendirikan bank. Program dimulai sejak Desember lalu dan disambut antusias warga. Bank Sampah Dhaya Pesona dijalankan lebih sederhana dibandingkan di RW 003 Malaka Sari, Jakarta Timur. Pengurus berkumpul di satu titik dengan menyusun meja, kursi, dan timbangan, bersama satu pengepul sampah yang telah bekerja sama dengan mereka, menunggu nasabah datang. Pengurus hanya mengumpulkan sampah dua kali sebulan, yaitu pada Sabtu minggu kedua dan terakhir pukul 08.30-11.00. Ketua Bank Sampah Dhaya Pesona Ratna Kemala menyampaikan, selain untuk tabungan reguler, nasabah juga bisa mengalokasikan tabungan untuk sumbangan sosial. Ratna bersyukur karena kegiatan ini dapat mengurangi sampah yang terbuang ke tempat penampungan sementara. Semangat serupa berkembang di Perumahan Griya Lembah Depok, Kota Depok. Dengan inisiatif sendiri, warga mendirikan Bank Sampah Poklili yang kini diikuti 238 nasabah di Depok, Tangerang, dan Jakarta. Selain menjual sampah, bank ini juga mengolah sampah menjadi barang bernilai dan terakhir dapat memproduksi biogas sendiri. Pengumpulan sampah dilakukan setiap Jumat, sementara pelatihan memanfaatkan limbah sampah menjadi barang bernilai dilakukan setiap hari. Bank Sampah Poklili memiliki sepuluh bank sampah binaan dan menggelar pelatihan di sejumlah sekolah. Djuniawan Wanitarti, pendiri Bank Sampah Poklili, mengaku bangga sebab selain dapat mengurangi sampah yang dibuang, solidaritas warga juga terbangun lebih erat dengan adanya bank sampah. (A03/NDY) Post Date : 01 April 2014 |