|
[BANYUMAS] Sebanyak 600 dari 900 titik sumber air di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, mengering dan tidak mengeluarkan air lagi. Hal itu disebabkan akibat penebangan hutan yang terjadi di bagian hulu serta Pegunungan Serayu yang mengelilingi daerah ini. Akibatnya, pada musim kemarau sebanyak 600 mata air mengering. Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Kabupaten Banyumas Wisnu Hermawanto ketika dikonfirmasi Pembaruan Rabu (20/9) pagi membenarkan hal itu. Menurut Wisnu jumlah pohon yang ditebang secara legal maupun ilegal setiap harinya mencapai 1.500 batang. Penebangan itu dilakukan oleh anggota masyarakat maupun oknum petugas Perhutani, termasuk pohon-pohon yang memiliki daya serap air yang cukup besar seperti beringin, trembesi dan klewek. "Idealnya satu titik sumber air membutuhkan 400 pohon sebagai penyangga cadangan air," tambah Wisnu. Namun dengan banyaknya penebangan liar, sumber air terus berkurang. Akibat yang dirasakan langsung masyarakat sekarang adalah sulitnya memperoleh air bersih, termasuk pasokan untuk Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) juga berkurang, sehingga pendistribusian ke pelanggan jadi terganggu. Dulu, waktu kondisi hutan masih baik, jumlah sumber air di Kabupaten Banyumas mencapai 3.000 sumber air. Sejak terjadi kerusakan hutan, sumber air yang masih berproduksi tinggal 900 mata air. Memasuki musim kemarau ini, tinggal 300 titik yang masih mengeluarkan air dengan baik dan tersebar di 325 desa. Sedang 600 lainnya sudah mengering. Untuk mengatasi masalah tersebut, katanya, Dishutbun sudah pernah mengajukan anggaran untuk penghijauan di daerah hulu, sejak tahun 2003 lalu. Namun pengajuan tersebut belum disetujui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Banyumas karena biayanya cukup tinggi mencapai miliaran rupiah. Pengajuan anggaran itu baru disetujui pada tahun anggaran 2005 dengan dana Rp 5 miliar. Kemudian pada tahun 2006 ditambah Rp 1,6 miliar lagi. Bila penghijauan di bagian hulu tidak segera dilaksanakan, tidak mustahil dalam waktu lima tahun mendatang Banyumas bakal mengalami krisis air yang berat. Sekarang pun sudah bisa dirasakan dan terlihat dengan jelas, antara lain sumur-sumur penduduk sudah mulai kering. Warga sudah mulai mengonsumsi air sungai sebagai pengganti air sumur, baik untuk memasak, mandi maupun mencuci. "Tidak seimbangnya jumlah pohon yang ditebang dengan penanaman kembali atau reboisasi, akan semakin mempercepat meluasnya lahan kritis yang mengakibatkan semakin banyaknya mata air yang kering. Hal itu bisa dirasakan, setiap tahun daerah atau desa yang krisis air bersih di Banyumas terus bertambah," tandas Wisnu. Sementara itu, sedikitnya lima unit mobil tangki milik PDAM berkapasitas 5.000 liter dikerahkan Pemerintah Kota (Pemkot) Bengkulu setiap hari untuk menyuplai air bersih ke daerah-daerah yang mengalami kesulitan air pada musim kemarau ini. Upaya jangka pendek ini dilakukan agar kebutuhan air bersih warga Kota Bengkulu pada musim kemarau ini dapat diatasi dengan baik. Air bersih yang disalurkan tersebut diberikan kepada warga secara gratis. Sedangkan untuk jangka panjang, Pemkot Bengkulu telah memprogramkan perluasan jangkauan pelayanan PDAM dengan menambah jaringan pipa di daerah-daerah yang mengalami rawan air bersih pada setiap musim kemarau. Hal tersebut diungkapkan Kepala Sub Bagian (Kasubag) Humas Pemkot Bengkulu, Suryawan Halusi yang dihubungi Pembaruan, di Bengkulu, Selasa (19/9) malam sehubungan masih berlanjutnya musim kemarau di daerah ini. Ia mengatakan, pembagian air bersih gratis dari Pemkot Bengkulu kepada warga yang kesulitan air tersebut dilakukan sejak tiga pekan lalu, dan sampai sekarang kegiatan tersebut masih berlanjut. Sebab, hampir sebagian besar penduduk Kota Bengkulu mulai kesulitan air bersih, karena air sumur gali yang ada di rumah warga sudah kering kerontang. [WMO/152/141/070/143] Post Date : 20 September 2006 |