|
PURWOKERTO--MIOL: Sekitar 600 mata air di Banyumas, Jawa Tengah, mulai mengering. Saat ini, tinggal 300 mata air saja yang dapat dimanfaatkan masyarakat. Penyebabnya selain musim kemarau, juga akibat kerusakan lingkungan di sekitar mata air. Padahal keberadaan mata air tersebut cukup vital karena merupakan sumber air bersih bagi warga sekitarnya. Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Kabupaten Banyumas, Wisnu Hermawanto, Kamis (25/8), menyatakan, berdasarkan survei yang dilakukan dinasnya, lebih dari 60 mata air di Banyumas mulai mengering. "Ada dua penyebab mengeringnya mata air. Yakni akibat hujan yang sudah tidak turun serta rusaknya lingkungan sekitar," kata Wisnu. Akibatnya, kata Wisnu, masyarakat yang biasanya memanfaatkan mata air guna mencukupi kebutuhan sehari-hari mulai kesulitan air bersih. "Keberadaan mata air sangat vital bagi penduduk, sebab biasanya mereka sangat tergantung dengan mata air setempat. Tetapi karena mengering, mereka kebingungan mencari air bersih dan terpaksa harus mencari air di sumur-sumur milik warga,"jelasnya. Wisnu menjelaskan, kerusakan lingkungan akibat penebangan hutan menjadikan sumber mata air mati. "Setiap hari ada 500 meter kubik kayu di Banyumas yang ditebang. Jumlah tersebut setara dengan 1.500 batang pohon. Padahal, mata air membutuhkan sedikitnya 400 batang pohon sebagai penyimpan air. Dengan kondisi semacam itu, kalau pohon-pohon yang ditebangi berada di sekitar mata air, maka dapat dipastikan mata air bakal mengering kemudian mati. Kita memperkirakan, jika tidak ada upaya serius, dalam waktu lima tahun mata air di Banyumas tidak ada lagi," tandasnya. Sementara itu, ratusan warga Purwokerto Selatan, Banyumas, yang biasanya memanfaatkan sumber mata air untuk memenuhi kebutuhan terpaksa harus mencari air di desa tetangganya. Pasalnya, dalam dua minggu belakangan mata air di wilayah setempat mengering. "Kami sudah tidak dapat lagi memanfaatkan sumber mata air di sini karena mengering. Hanya pada pagi saja, airnya dapat diambil. Namun setelah beberapa jam sudah kering karena banyak yang mengambil,"jelas Parman, 44, warga setempat. Parman menjelaskan, ia terpaksa mencari air di sumur-sumur milik tetangga yang masih ada airnya. "Karena mata air mengering, terpaksa kita mencari air ke sumur milik warga tetangga desa," ujar Parman. Terkait dengan kesulitan air, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jateng telah menyiapkan dana sekitar Rp 370 juta untuk mengantisipasi dampak kemarau dan kekurangan air bersih di wilayah eks Karesidenan Banyumas-Pekalongan. Kepala Badan Koordinasi Pembangunan Lintas Kabupaten/Kota (Bakorlin) Wilayah III Banyumas-Pekalongan, Tjipto Hartono, kemarin mengatakan di wilayahnya sudah ada kabupaten yang mengajukan permohonan bantuan pengiriman air bersih untuk desa yang sudah kekurangan air bersih akibat kemarau yakni Cilacap dan Pemalang. Di Cilacap, kata Tjipto, bantuan air bersih tersebut dikirim ke Kecamatan Bantarsari dan Nusawungu. Sementara di Kabupaten Pemalang dikirim ke wilayah Belik dan Pulosari. Untuk ke Cilacap disiapkan dua mobil tangki, demikian juga untuk Pemalang. Berdasarkan data yang masuk ke Bakorlin III, dari 11 kabupaten/kota yang ada, hanya Kota Pekalongan yang tidak memiliki daerah rawan kekeringan. Sementara dari 10 kabupaten/kota lainnya terdata ada 96 kecamatan terdiri atas 531 desa dengan jumlah 299.536 kepala keluarga yang rawan kekeringan.Penulis: Liliek Dharmawan (LD/OL-1) Post Date : 25 Agustus 2005 |