Dalam
pertemuan dengan Menteri Perdagangan Prancis Nicole Bricq awal bulan lalu,
Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo menyampaikan pesan akan mengambil alih
perusahaan air bersih PT Palyja, selama 16 tahun ini melayani kebutuhan air
bersih warga Jakarta. Jokowi gerah perusahaan itu hanya mementingkan keuntungan
ketimbang pelayanan.
Koordinator Advokasi Koalisi Masyarakat Untuk Hak
Atas Air (KruHa) Muhammad Reza mengungkapkan pihaknya menawarkan opsi
pemerintah provinsi sebaiknya langsung memutus kontrak ketimbang membeli saham.
Sebab, pembelian saham hanya akan menghabiskan uang APBD (Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah). "Kalau kita putus kontraknya, kita hanya bayar Rp 2
triliun, jika kita beli saham itu Rp 9 triliun," ujarnya.
Pengelolaan air Jakarta saat ini dibagi menjadi dua
wilayah dengan sungai Ciliwung sebagai batas. Bagian barat diberikan kepada PT
PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) dan sebelah timur wewenang PT Thames PAM Jaya
(TPJ). Bentuk kerja sama antara PAM Jaya dengan dua mitra swastanya ini adalah
konsesi dimodifikasi atau disebut juga Operate, Develop, and Transfer.
Reza mengatakan perjanjian itu seperempat abad.
Tetapi sampai 16 tahun, swastanisasi air bersih jakarta, terutama jaringan
pipa, hanya merugikan masyarakat. Hal ini terlihat dari harga harus dibayar
oleh masyarakat.
Padahal, kata dia, perjanjian kerja sama antara
PAM Jaya dengan Palyja dan TPJ diarahkan untuk menaikkan layanan mencakup
peningkatan kuantitas, kualitas, kontinuitas, efisiensi, dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat. "Dari lima target tersebut nyaris tidak ada
capaian," katanya.
Dia menegaskan harusnya keuntungan bisa didapat
pemerintah ketika memulai kerja sama dengan swasta dalam mengelola air adalah
bertambahnya Pendapatan Asli Daerah (PAD), adanya alih teknologi, dan
berkurangnya eksploitasi air tanah. Namun, pemanfaatan air tanah justru
bertambah dan alih teknologi tidak dilakukan.
Dia menuding janji air pipa dialirkan ke
rumah-rumah dapat langsung diminum hanya isapan jempol belaka. "Saya
disini (sekretariat) langganan air bersih PAM Jaya, tapi saya harus menyaring
dua kali," tuturnya.
Dia mengatakan langkah harus dilakukan pemerintah
adalah melakukan audit independen mengenai dampak teknis, keuangan, sosial,
ekonomi, dan lingkungan terhadap kerja sama sudah dilakukan.
Selain itu, dalam mengelola air bersih mesti ada
kerja sama antar operator publik dengan prinsip solidaritas. "Ini bisa
dilakukan misalnya, antar PDAM se-Indonesia bekerja sama dan keuntungannya
dialokasikan kembali untuk mereka," kata Reza.
Coorporate Communication and Sosial
Responsibilities Head of Palyja, Meyritha Maryanie, malah mengklaim telah
melewati target dibebankan pemerintah dalam layanan air bersih. "Kalau
kebutuhan air lain lagi masalahnya. Untuk memenuhi kebutuhan air bersih tidak
lepas dari kekurangan air baku bukan menjadi tanggung jawab operator."
Post Date : 11 Juni 2013
|