|
Kupang, Kompas - Sebanyak 6.800 sekolah dasar di Nusa Tenggara Timur dinilai gagal menjalankan program usaha kesehatan sekolah. Salah satu penyebabnya kesulitan air bersih di sekolah-sekolah. Program ini mendidik anak sejak dini untuk menciptakan hidup bersih dari diri sendiri di sekolah, keluarga, dan masyarakat. Muaranya adalah generasi sehat dan cerdas. Di NTT, usaha kesehatan sekolah (UKS) diidentikkan pertolongan pertama pada kecelakaan. Padahal, ini jauh lebih luas cakupannya, seperti sanitasi, kesehatan lingkungan sekolah, berpakaian, kesehatan gigi siswa sekolah, dan pola hidup sehat dari para siswa secara keseluruhan. ”UKS di sekolah-sekolah dasar di NTT hanya papan nama. Dari 8.000 SD di NTT, hanya 1.200 sekolah atau 15 persen yang menjalankannya,” kata Ketua Dewan Pendidikan NTT Simon Riwu Kaho pada seminar Usaha Kesehatan Sekolah se-Provinsi NTT di Kupang, Senin (12/11). Itu pun ada di pusat pemerintahan provinsi, kabupaten, dan kota. Sekolah di desa dan kecamatan tak jalan sama sekali. Standar rendah Program UKS yang dijalankan di pusat kota pun tak sesuai standar kesehatan. Guru dan siswa mencelupkan tangan ke wadah berisi air yang sama, lalu mengeringkan pada kain sama hingga kuyup dan kumal. Idealnya air berganti dan dilap kain bersih. Pada saat kekeringan, toilet milik SD di desa dan kecamatan ditutup sekolah. Siswa memanfaatkan hutan belukar sekitar sekolah untuk buang air kecil atau besar. Para siswa perempuan yang memasuki masa haid sangat kesulitan. Menurut staf Unicef NTT, Yulida, pemberdayaan UKS bukan semata besaran dana, melainkan soal komitmen. ”Dana banyak pun hanya terserap beberapa persen karena pemda tak tahu kelola. Ini soal komitmen dan semangat kerja didukung perencanaan dan program yang jelas,” kata Yulida Menurut drg Jefri dari Akademi Kesehatan Gigi Kupang, program usaha kesehatan gigi sekolah (UKGS) juga tak jalan. Di Kota Kupang, hampir 80 persen kondisi gigi siswa SD rusak. Kebersihan dan kelainan pertumbuhan gigi tak ditangani. (KOR) Post Date : 13 November 2012 |