|
jakarta, kompas - Krisis air bersih di Ibu Kota dan sekitarnya semakin pelik. Sudah saatnya pemangku kepentingan berani mengambil inisiatif menyelesaikan persoalan ini. Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama meminta agar solusi penyelesaian krisis air jangan hanya wacana publik. ”Kami ingin cepat ada solusi, beri tahu saya jika ada dinas atau bagian yang menghambat penyelesaian krisis air ini. Kami akan bereskan,” kata Basuki ketika menghadiri pertemuan Forum Air Jakarta (FAJ), Selasa (26/3), di Balaikota Jakarta. Menurut Basuki, ada sejumlah tantangan yang harus diselesaikan untuk mengatasi krisis air. Antara lain, menambah pasokan air baku, mengatasi kebocoran air, dan penegakan hukum terhadap praktik pencurian air. ”Ketersediaan air bersih semakin langka. Jika tidak cepat diselesaikan bakal menjadi konflik antarwilayah. Maka jangan hanya mengandalkan pasokan dari luar, tetapi mulai dipikirkan memanfaatkan potensi air di wilayah Jakarta. Sementara itu untuk menghemat pasokan yang ada, perlu penegakan hukum yang lebih tegas,” kata Basuki. Pernyataan Basuki direspons positif peserta FAJ. Dalam rekomendasinya, mereka meminta Pemerintah Provinsi DKI dan pemerintah pusat menambah air baku. Terhadap operator air bersih, FAJ meminta mereka agar meningkatkan pelayanan. ”Target jangka pendek kami, menambah air baku dari Jatiluhur dan Karian Tangerang. Namun, upaya ini perlu campur tangan pemerintah pusat untuk mempercepat pelaksanaan proyek,” tutur Ketua FAJ, Sri Widayanto Kaderi. Sri yang juga Direktur Utama PD Perusahaan Air Minum Jaya mengatakan, pasokan air baku dari Jatiluhur nantinya diolah di hulu sehingga siap digunakan warga Jakarta. Pengolahan air di hulu akan dilakukan awal tahun depan dengan target penyelesaian tahap awal tahun 2015. ”Proyek ini sebenarnya sudah ada sejak 2008. Namun, baru dikerjakan sekarang karena cara pandang pemangku kepentingan yang berbeda-beda,” katanya. Penambahan air baku, menurut Sri, sangat mungkin dilakukan dengan memanfaatkan 13 kali yang ada di Jakarta. Peserta pertemuan juga mendesak pemerintah pusat dan Pemprov DKI agar memanfaatkan situ dan waduk sebagai tempat penampungan air. Selanjutnya dengan sentuhan teknologi, air yang ditampung diolah untuk menambah keperluan air baku. Sementara ini Pemprov DKI baru memanfaatkan Kali Krukut sebagai bahan air baku yang memasok 3 persen dari total suplai air bersih ke Jakarta. Tidak bisa ditunda Anggota Sumber Daya Air DKI Jakarta, Firdaus Ali, mengatakan, tidak ada waktu lagi menunda penyelesaian krisis air bersih di Ibu Kota. Penyelesaian masalah ini harus mengedepankan pelayanan, bukan mencari untung. Pertemuan FAJ akan sia-sia jika rekomendasi tersebut tidak dilaksanakan. ”Jika sudah ingin mencari untung, tidak akan selesai persoalan. Persoalan harus diselesaikan mulai dari penyediaan air bersih, sumber daya air, tata kelola, sampai penegakan hukum. Semua persoalan ini sama pentingnya,” kata Firdaus. Seperti penegakan hukum yang saat ini masih lemah. Inilah yang membuat daya dukung lingkungan di Jakarta semakin memburuk. Ketua Pelaksana Harian Jejaring Air Minum Penyehatan Lingkungan Eko Wiji Purwanto mengatakan, sejak 2005 Jakarta sudah krisis air baku. Sepertinya tahun ini baru ada momentum ketika banjir besar melanda Jakarta dan justru warga banyak yang tidak mendapatkan air bersih. Corporate Communications and Social Responsibilities Head PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) Meyritha Maryanie meminta semua pemangku kepentingan air agar berkomitmen untuk mengatasi persoalan air bersih. Pihak operator akan menyediakan sambungan pipa, tetapi penyediaan air baku juga harus sejalan. Corporate Communications PT Aetra Rika Anjulika pun berharap agar pasokan air baku dapat ditingkatkan. Secara terpisah, Suyono Sasrodarsono yang pernah mendapat tugas sebagai Pemimpin Komando Proyek Penanggulangan Banjir Jakarta tahun 1964 dari Presiden Soekarno mengungkapkan, problem air baku untuk air bersih sudah menjadi masalah kala itu. Problem tersebut juga pernah diupayakan untuk diatasi ketika ia menjabat Menteri Pekerjaan Umum periode 1983- 1988. ”Namun, problemnya memang harus diatasi secara keseluruhan dan bersamaan, tidak bisa satu-satu. Memperbaiki lingkungan di daerah hulu dan tangkapan air, membersihkan aliran sungai, memulihkan kondisi sungai, menyadarkan masyarakat untuk tidak membuang sampah ke sungai, serta mengatasi problem perubahan iklim dunia yang menyebabkan tinggi muka air laut makin naik, dan tanah di Ibu Kota yang menurun,” ujar Suyono. (FRO/NDY/MAM) Post Date : 27 Maret 2013 |