|
Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber air. Namun yang terjadi, justru Indonesia kekurangan air bersih. Pengelolaan sumber daya air yang tidak professional menyebabkan kondisi tersebut.
"Miskoordinasi antara pemerintah, baik pusat dan daerah ataupun antardaerah menjadi penyebab semakin parahnya sumber daya air bersih," kata Ketua Umum Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Rovicky Dwi Putrohari dalam siaran pers yang diterima VIVAnews, Sabtu 24 Maret 2012.
Dalam berbagai kasus, kata Rovicky, daerah tangkapan hujan berbeda pemerintahan dengan daerah yang memanfaatkan air. Di situ, sering terjadi ketidaksepahaman sehingga yang terjadi saling lempar tanggung jawab. Pemerintah pusat semestinya menjalankan kekuasaannya untuk melakukan koordinasi agar masalah seperti itu bisa diatasi dengan baik ketersediaan air bersih bagi masyarakat.
IAGI sebagaimana dikatakan Rovicky, mengkhawatirkan terjadinya kelangkaan air bersih secara massal. Sebab, semakin banyak jumlah penduduk semakin banyak kebutuhan terhadap air bersih. Apalagi hampir semua daerah perkotaan merupakan daerah landai yang bukan merupakan daerah tangkapan air yang tentu saja kebutuhan air tanahnya sangat tergantung daerah terdekatnya yang bertopografi tinggi.
Untuk itu, tambahnya,tata guna lahan di daerah tangkapan air di perbukitan dan pegunungan terdekat dengan perkotaan ini harus dijaga secara terus menerus sehingga tingkat suplai air tanahnya tidak terganggu. "Jika tidak dilakukan penataan, daerah tangkapan air akan gundul, sehingga daerah perkotaan yang di dataran rendah akan makin kesulitan memperoleh air," katanya.
Terkait dengan penggundulan ini, menurut ahli tata air dari Institut Teknologi Surabaya, Amien Widodo, terjadi karena pemerintah tidak tegas terhadap pengalihan lahan. Misalnya, yang semula hutan lindung menjadi daerah wisata. Akibatnya, hutan yang ada harus ditebang.
Pemerintah, lanjutnya, juga abai terhadap penggundulan hutan sebagaimana yang terjadi pada peralihan dari Orde Baru ke periode Reformasi pada 1998, di mana terjadi pembabatan hutan oleh rakyat dan pengusaha secara masif. Dampak Eksploitasi Perilaku lain yg juga menyebabkan terjadinya kelangkaan air bersih, menurut Amien, adalah pengambilan air tanah yg tidak proporsional, baik untuk industri maupun pertanian.
Di kawasan hulu tidak ada penambahan air yang meresap, di bagian tengah terjadi pengambilan berlebih, sehingga di kawasan pantai air tanah akan tercemar air laut karena intrusi air laut. "Kawasan yang terintrusi air laut akan semakin luas kalau kita tidak melakukan aksi," katanya.
Semestinya, menurut Amien, Indonesia yang memilik curah hujan rata-rata tahunan mencapai 2.779 milimeter tidak perlu kekurangan air bersih. Tapi sayangnya menurut data Departemen Pertanian, dari seluruh curah hujan itu, hanya 270 mm (34 persen) saja yang tersimpan di dalam tanah menjadi air. Sisanya, sekitar 66 persen menjadi air limpasan permukaan (run off) yang sebagian besar mengakibatkan bencana seperti banjir.
Untuk itu, sebagaimana juga tema Hari Air Dunia yang jatuh pada 22 Maret kemarin, Amien mengusulkan agar segera menetapkan Ketahanan Air sebagaimana Ketahanan Energi dan Ketahanan Pangan. Dengan posisi tersebut, problematika air bisa diprioritaskan dalam rencana pembangunan ke depan. "Air harus diselamatkan untuk masa depan Indonesia," kata Amien.
Post Date : 25 Maret 2013 |