|
Ada pemandangan yang berbeda ketika ajang Jakarta Fashion Week (JFW) digelar belum lama ini. Di antara gemerlap koleksi busana terbaru dan panggung peragaan yang megah, terselip kampanye berbeda di sana.
Salah satu perusahaan produk kecantikan mengajak para pengunjung JFW agar membuang sampahnya dengan benar. Di sana ada tiga wadah sampah yang tersedia untuk menampung sampah-sampah sepanjang ajang JFW berlangsung.
Wadah pertama khusus sampah organik, seperti sisa makanan yang mudah membusuk, wadah kedua untuk sampah anorganik, seperti kaca, logam, atau plastik. Terakhir, wadah untuk sampah kertas.
Ternyata, kisah sampah-sampah itu tidak berhenti sampai di wadah penampungan saja. Bijaksana Junerosano, pendiri lembaga kewirausahaan sosial Waste4Change, menuturkan kelanjutan kisahnya.
Menurut pria yang biasa disapa Sano itu, seluruh sampah yang diangkut kemudian masuk ke rumah pemulihan Waste4Change untuk dipisah dan dipilah-pilah. Tahap selanjutnya, sampah dikirim ke berbagai pihak yang mampu mendaur ulang, seperti pabrik kertas, perajin rumahan, dan lainnya.
Hasilnya, selama seminggu acara JFW, sampah yang dihasilkan mencapai empat ton lebih. Kini, sebanyak 75 persen sampahnya telah masuk proses daur ulang.
"Biasanya event-event di manapun nggak pernah memikirkan urusan sampah. Maka dari itu, kami berusaha mendukung berbagai ajang dalam pengelolaan sampahnya," kata direktur Waste4Change tersebut.
Berawal dari kepedulian terhadap lingkungan, Sano dan timnya berusaha mengurangi jumlah sampah di Indonesia melalui berbagai cara, termasuk mengaplikasikan konsep Zero Waste.
Zero Waste adalah upaya mengurangi pembuangan sampah ke tempat pembuangan akhir (TPA). "Zero Waste merupakan sebuah prinsip membuat siklus sampah. Jadi, siklus Zero Waste melihat sampah sebagai material atau bahan baku sehingga sampah pun berkurang," ujarnya.
Sano menegaskan, sebenarnya sampah bisa didaur ulang dan dijadikan beragam barang berguna. Jika semua orang menyadari hal itu, jumlah sampah bisa berkurang hingga 70 persen.
Ia bercerita, pernah menangani acara Konferensi Sains Anak selama tiga hari. Setiap hari, sebanyak 15 ribu orang yang hadir ke sana. Mulai dari situ, Sano berpikir manajemen sampah perlu dilakukan di setiap acara agar penyelenggara acara mengetahui sampahnya bakal dibawa ke mana.
Menurutnya, masalah sampah harus mulai ditangani secara serius karena setiap hari di berbagai TPA, sampah yang terkumpul dapat dijadikan Candi Borobudur saking banyaknya. Sungai-sungai pun menjadi hitam dan tak layak digunakan.
Kalau sudah begini, masih tetap tidak peduli dengan lingkungan?
N c91 ed: endah hapsari
***
Dua Langkah Mudah
Untuk membantu memilah sampah, kita dapat melakukan dua langkah mudah. Dan, itu bisa kita mulai di rumah.
Bijaksana Junerosano, pendiri lembaga kewirausahaan sosial Waste4Change, mengimbau kepada masyarakat agar mulai mengelola sampahnya. Menurutnya, kalau kita mampu mengompos sendiri sampah organik, 70 persen sampah bisa berkurang. "Dengan perkembangan teknologi seperti sekarang, cara mengompos bisa dicari lewat Google," katanya.
Berikut dua langkah itu,
* Pertama, pisahkan sampah di rumah. Ini agar tak diangkut semua oleh petugas kebersihan. Buang sampah organik di tempat sampah di luar rumah agar dapat diangkut petugas.
* Kedua, sediakan wadah di dalam rumah, khusus sampah anorganik.
Ini terutama untuk mengangkut sampah, seperti plastik, dan taruhlah di dalam rumah. Jika sudah penuh, jual sampah tersebut kepada pemulung atau tukang rongsokan.
Melalui metode sederhana tersebut kita sudah mengurangi sekitar 30 sampai 40 persen sampah yang bakal dikirim ke TPA.
N c91
***
Jangan Cuma Ngomong
Tulisan itu terpampang besar-besar, "Dilarang buang sampah di sini". Namun, lihatlah di bawah tulisan yang terbentang di sebuah spanduk itu.
Tumpukan sampah meninggi, lalat-lalat hijau beterbangan, dan aroma menyengat hidung justru menjadi bukti bahwa imbauan itu tak dipedulikan sama sekali. Sungguh menyedihkan.
Selama ini, gerakan tentang sampah dan lingkungan sudah bertahun-tahun dilakukan. Namun, permasalahan sampah hampir tak pernah selesai.
Menurut Bijaksana Junerosano, pendiri lembaga kewirausahaan sosial Waste4Change, sekadar edukasi dan imbauan kepada masyarakat terhadap sampah memang masih belum cukup. Ia mengungkapkan, ada lima hal yang harus dilakukan secara simultan serta menyeluruh agar persoalan sampah bisa selesai. Misalnya, dengan membuat aturan main.
Pemerintah perlu membuat aturan tegas agar masyarakat tak lagi membuang sampah sembarangan dan memberikan hukuman bagi pelanggarnya, seperti di beberapa negara maju.
Sano, sapaan akrab pria tersebut, mengatakan, sebenarnya di Indonesia sudah ada peraturan semacam itu. Hanya, penegakannya masih kurang. Ia pun menganjurkan pemerintah harus berani menegakkan peraturan.
Selanjutnya, harus ada kelembagaan yang bertugas untuk mengurus sampah secara benar. Lalu, pembiayaan pun perlu dipikirkan sebab mengelola sampah juga memerlukan dana yang tak sedikit.
Langkah berikutnya yang harus dilakukan, yakni teknis operasional, jadi sampah perlu didaur ulang agar tak sampai ke TPA. Terakhir, peran seluruh masyarakat agartturut menjaga kebersihan.
Menurut Sano, sampai sekarang Indonesia masih terfokus pada edukasi masyarakat sehingga yang lainnya lupa dikembangkan. Dibandingkan dengan Singapura, Jepang, atau negara maju lainnya, Indonesia masih tertinggal dalam pengelolaan sampah.
Sano berharap anak muda bisa bergerak dalam mengurangi sampah di negeri ini sebab Waste4Change sendiri terbentuk dari sekumpulan anak muda yang peduli terhadap lingkungan. "Pemerintah juga harus menegakkan peraturan karena bila peraturan sudah ada, masyarakat akan lebih mudah diedukasi," ujarnya.
N c91
***
Hemat Energi, Yuk
Upaya untuk menyelamatkan bumi juga dapat kita lakukan dengan menghemat energi. Selain menjadikan lingkungan yang lebih bersih, mengurangi konsumsi energi juga dapat menjaga kelangsungan hidup manusia saat ini dan generasi berikutnya. Seperti diketahui, penggunaan energi, seperti listrik, juga dari bahan bakar minyak (BBM) sangat memengaruhi iklim bumi. Bila dari generasi kita tidak memulai hal ini, kerusakan lingkungan dapat terjadi. Bahkan, tidak sedikit yang memperkirakan kelangsungan bumi untuk generasi berikutnya terancam.
Menurut Dzul Khairina Tamimi, mahasiswa Universitas Negeri Solo, ketidakpedulian kita terhadap hal-hal yang berpengaruh untuk lingkungan hidup harus dihentikan. Ia juga mengaku, pernah menonton sebuah film yang menunjukkan bagaimana keadaan bumi dan lingkungan di dalamnya puluhan tahun ke depan. "Jadi, aku melihat, kalau begitu yang berbuat siapa dan yang kena malah siapa. Makanya, aku hanya ingin lebih care dengan lingkungan untuk kebaikan generasi penerus kita dan mahluk hidup lainnya," ujar Ami, sapaan akrabnya.
Mentari Chairunisa, mahasiswa Universitas Padjadjaran, juga berpendapat demikian. Bila hal-hal yang terus merusak lingkungan dibiarkan, bukan hal mustahil bila film-film yang menggambarkan di masa yang akan datang, manusia harus mencari tempat tinggal baru di planet lain karena bumi telah rusak. "kita harus ingat kalau yang tinggal di bumi bukan kita aja. Nanti, generasi berikutnya juga akan ada. Kasihan mereka kalau hanya dapat ampas-ampas kehidupan," jelas Mentari.
Lantaran itulah, selain sampah, mereka juga ingin menghemat energi sebisa mungkin. Seperti Ami, yang sangat senang menggunakan transportasi massal untuk bepergian. Untuk urusan menghemat listrik, pada siang hari Ami lebih memilih untuk mematikan lampu kecuali dibutuhkan dan mencabut saklar listrik setiap sehabis mengisi baterai handphone.
Selain itu, dia pun memimpikan adanya jalur-jalur pedestrian yang layak. Selama ini, ia melihat trotoar kerap digunakan untuk orang-orang berjualan, bahkan tak jarang motor juga melewatinya. "Aku berharap ada jalur pedestrian khusus yang baik, seperti yang ada di Kanal Banjir Timur (KBT). Tapi, pemerintah harus konsisten melakukan pengawasan, jangan sampai ujung-ujungnya jalur seperti tempat jualan yang menghalangi pejalan kaki," jelas Ami.
n c66
***
Duta Lingkungan di Sekolah
Almavira Fahira
Setiap orang pasti mengatakan bahwa menjaga lingkungan itu penting, tak terkecuali Almavira Fahira. Pelajar SMA ini mengaku ingin melihat Indonesia menjadi negara bersih dengan lingkungan yang sehat.
Menurutnya, salah satu caranya, yaknimelalui pendidikan di sekolah. "Selain itu, mengapa nggak diadakan sekelompok orang –orang yang peduli lingkungan dan mereka dijadikan duta kebersihan yang mewakili sekolah," katanya.
Alma menambahkan, melalui program tersebut, anak muda lainnya bisa mencontoh. Tak hanya di sekolah, tetapi di manapun. Mereka juga bisa membantu penghimpunan sampah agar bisa dimanfaatkan atau didaur ulang.
Menurutnya, pemanfaatan daur ulang sampah merupakan hal luar biasa karena dapat mengurangi jumlah sampah yang banyak tertimbun di luar sana. Ia menegaskan, sampah sebenarnya bisa dijadikan barang berguna serta menghasilkan keuntungan.
Mantan ketua Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) di SMP PGRI Ciputat ini mengaku senang melihat barang-barang hasil daur ulang yang banyak dijual. Misalnya, tas dari bungkus sabun, kalung dari tutup botol, dan lainnya.
"Tergantung si perajinnya. Semakin bagus pasti semakin menarik, kita remaja pun tertarik untuk beli," ujarnya. Ia menambahkan, pengelolaan sampah bila dilakukan secara benar, akan membantu banyak orang. n
***
Susahnya Menyadarkan Anak Muda
Alvin Amirulloh
Sebenarnya setiap anak muda menyadari kalau sampah bisa menyebabkan bencana. Namun, kata Alvin Amirulloh, tak semuanya mau membuang sampah pada tempatnya.
Menurut Wakil Ketua OSIS SMAN 8 Tangerang Selatan ini, menyadarkan remaja untuk peduli lingkungan memang agak susah. "Soalnya sifat orang itu berbeda-beda, ya pertama mulai dari diri kita dulu saja, apakah kita sudah membuang sampah pada tempatnya atau belum. Bila sudah, baru ke taman dekat kita," katanya.
Ia menambahkan, bila sudah mengajak orang lain agar membuang sampah yang benar namun orangnya tak mau, jangan menyerah. Tetap coba membujuk terus dan jangan tak acuh.
Alvin mengatakan, mendaur ulang sampah juga penting. Walau dirinya belum mampu melakukan hal itu namun sudah banyak tempat yang menggunakan sampah sebagai bahan baku untuk membuat produk. Dengan begitu, kita dapat membantu dengan memberikan sampah ke sana.
"Jadi walaupun kita nggak bisa mengubah sampah, kita bisa membantu orang yang bisa mendaur ulang sampah," ujarnya.
Remaja yang sebentar lagi mengikuti ujian nasional ini menganggap bahwa barang-barang daur ulang sangat bagus dan kreatif. Meski begitu, Alvin mengaku jarang menggunakan atau membeli barang hasil daur ulang sebab sifatnya tidak terlalu konsumtif sehingga jarang membeli apa pun, kecuali saat membutuhkan. Ia berharap teman-teman sesama remaja bisa lebih menjaga lingkungan dan menghargai para pendaur ulang.
Post Date : 11 Desember 2014 |